Are you ready?
***
"Ibu, ayahku itu seperti apa? Apa dia seperti ayahnya Ellie atau orang lain?"
"Ibu, kapan aku bisa bertemu dengan ayahku?"
"Ibu, kenapa ayah tidak tinggal bersama kita?"
"Ibu, apa aku punya ayah?"
"Ibu, aku ingin ayah sebagai kado ulang tahunku!"
"Ibu, aku ingin ayah!"
"Ibu, aku ingin ayah bersamaku!"
"Ibu, aku ingin melihat ayah!"
"Ibu, aku ingin bertemu dengan ayah!"
Dan sekarang [Name] sudah bertemu dengan ayahnya atas jalan takdir yang tak pernah ia duga sama sekali.
Sederet pertanyaan dan sederet tuntutan yang ia lontarkan pada Merie sewaktu kecil kini telah mengisi benaknya. Pertanyaan dan tuntutan tersebut bagaikan benang kusut yang sudah tak bisa dibenahi lagi. Sederet pertanyaan yang ia lontarkan serta sederet tuntutan tersebut secara tak sadar sudah membuat sang ibu merasakan rasa sakit.
[Name] menghela nafas beralih mengusap wajahnya lalu memejamkan matanya. Saat ini [Name] tengah mengasingkan diri dengan Connie dan Armin yang tak jauh darinya serta mereka berdua masih mengawasi dirinya.
[Name] butuh waktu sendiri. Ia ingin menenangkan dirinya usai peristiwa yang baru saja terjadi. Siapa yang menyangka ia akan bertemu dengan ayahnya di tengah kondisi seperti ini? Ini benar-benar tak pernah bisa [Name] bayangkan sama sekali.
Gadis berambut hitam pendek yang diikat kuda setengah tersebut kembali menghela nafas untuk yang kesekian kalinya. Wajahnya sudah terlihat sangat lelah saat ini. Tangannya yang terasa dingin bergerak mengeluarkan bandulan kalungnya yang ia simpan di dalam pakaiannya. [Name] kembali membuka kedua matanya dan memperhatikan bandulan kalungnya yang terbuat dari tulang jari Ellie dengan tatapan datarnya.
Ia mendekatkan bandulan kalung tersebut ke keningnya dan kembali memejamkan matanya. Setidaknya dengan begini ia bisa menjadi lebih tenang usai mengeluarkan hampir semua apa yang sudah ia pendam selama ini.
"James ... aku sudah bertemu dengan pria itu. Pria yang pernah kutanya pada ibu berulang kali." [Name] berujar dengan lirih. Nada bicaranya sedikit bergetar saat ini. "Aku berhasil bertemu dengannya James, sekali pun tanpa kau. Aku berhasil saudaraku," ulangnya.
[Name] menarik nafasnya lalu menghembuskannya secara perlahan. "Apa yang akan kau lakukan jika kau ada di sini James? Apa yang akan kau katakan? Apa- apa yang harus aku lakukan James?" tanya [Name] lirih.
[Name] melemaskan pundaknya yang terasa tegang sekaligus bergetar sejak tadi. [Name] sangat ingin menangis tersedu-sedu saat ini. [Name] sangat ingin berteriak untuk menggambarkan seberapa frustasinya dirinya saat ini. Namun, [Name] tidak ingin terlihat rapuh di depan siapa pun.
Bahkan, disituasi seperti ini [Name] selalu berusaha menutupi sisi rapuhnya dengan topeng yang ia buat.
"[Name]."
[Name] tak menoleh ataupun menatap orang yang memanggil namanya. Ia lebih memilih diam dan mengabaikan siapapun itu.
"[Name], tuan jendral mau berbicara denganmu. Ayo kita berbicara-"
"Hange-san, beri aku waktu sendiri. Kumohon." [Name] menyela perkataan Hange dengan cepat. Membuka kedua matanya, [Name] menatap lurus dengan pandangan yang terlihat kosong.
Hange melangkah dan berhenti di hadapan [Name], wanita berkacamata tersebut berjongkok dihadapan [Name] dan memegang pundak gadis dihadapannya. "Aku tahu kau lelah dan terkejut untuk ini semua. Terlebih, aku benar-benar tak menyangka kalau tuan jendral adalah ayahmu. Ini semua terlalu cepat dan tiba-"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐃𝐑𝐄𝐀𝐌𝐒 𝐀𝐍𝐃 𝐆𝐎𝐀𝐋𝐒 || AOT
FanficApa kau pernah memiliki mimpi dan tujuan di dalam hidupmu? Gadis yang minim rasa kemanusiaan ini juga memiliki mimpi dan tujuannya sendiri. *** Lahir dengan masa lalu yang abu-abu membuat [Name] bermimpi untuk mencari kebenaran mengenai siapa ayahny...