Senyum Sarada tak henti terkembang, bahkan saat ia sudah sampai di kasur apartemennya. Ia dan Boruto baru saja pulang dari rumah Namikaze, setelah dipaksa menginap oleh Hinata. Namun senyuman miring Boruto membuat Hinata paham, anak sulungnya itu pasti merencanakan yang tidak-tidak.
"Hati-hati, loh, Boruto. Anak kamu masih ada di dalem!" Teguran Hinata tadi sontak membuat wajah Sarada memerah, ia paham maksud sang ibu.
"Loh, kamu belum tidur, Sar?" Boruto yang hanya memakai kaos tanpa lengan itu menarik selimut, berbaring di sebelah Sarada yang telentang menghadap langit-langit ruangan sambil asik tersenyum sendirian.
"Belum ngantuk," jawab Sarada pendek, membuat Boruto menghela napas. Ia menarik selimut ke atas dadanya, sambil menutupi perut Sarada yang sudah membuncit.
"Sar, perut kamu buncit banget itu ... Berat enggak, sih?" tanya Boruto tiba-tiba. Safirnya memandangi perut buncit sang istri penasaran.
Entah pertanyaan absurd dari mana, mendadak saja Boruto kepikiran hal ini.
"Kalo beratnya sih, berat. Tapi rasa bahagiaku ngalahin rasa beratnya," jawab Sarada dengan senyum mengembang, membuat Boruto hanya mengangguk setuju.
"Jadi gitu?"
"Iya. Kalo pas sakit, kadang aku suka bayangin tentang anak kita, Bolt. Pasti lucu banget, deh." Sarada tersenyum, kepalanya ia miringkan sedikit agar bisa menatap wajah suaminya yang kini hanya mengangguk-angguk polos.
"Ooh, ternyata gitu. Aku baru tau," balas Boruto, membuat Sarada tersenyum geli.
"Aku sendiri enggak nyangka, bakal jadi ibu di usia muda." Sarada kembali mencerocos. Dari tadi wanita itu sibuk berimajinasi. Boruto tiduran menyamping menghadap sang istri, bersiap mendengar cerita-cerita Sarada.
"Kadang aku suka mikir, Bolt. Tuhan baik banget, ya? Ada banyak hal-hal indah di hidup aku. Aku bersyukur, semuanya dateng, menetap. Tapi ... Kalo semisal aku yang pergi lebih dulu, gimana, ya?"
Sarada terkikik geli, membuat Boruto membelalak kaget. Tangan kekarnya meraih tangan sang istri lembut.
"Kamu bilang apa, Sayang?" Boruto harap-harap cemas. Racauan istrinya begitu mengkhawatirkan.
"Itu? Ah, enggak apa. Aku cuma ngigau. Udah, yuk, Bolt? Aku mau tidur." Sarada buru-buru memejamkan matanya, membuat bayang-bayang perasaan aneh itu menyelinap di hati Boruto yang kini mengulum bibirnya bingung.
"Ya udah. Malem, Sayang." Boruto bangkit untuk mengecup perut buncit Sarada, lalu ikut berbaring dan cepat-cepat memejamkan mata.
Pria itu berusaha mengusir pikiran-pikiran aneh yang mendadak lancang hinggap di otaknya.
Boruto memutuskan pergi lebih dulu sembari meninggalkan sticky notes di meja makan. Pria itu ada urusan kerja, dan harus berangkat pagi. Sarada masih terlelap nyenyak, Boruto tidak tega membangunkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] When I Married You | BoruSara
General FictionMenikah karena perjodohan jelas bukan impian Boruto, mengingat Boruto sudah memiliki kekasih. Sarada yang mencintai Boruto hanya bisa pasrah saat suaminya memiliki kekasih saat ia sudah memiliki istri. Apakah mereka mampu mempertahankan pernikahan m...