Ruang dokter kandungan tampak begitu hening, saat ini. Didominasi suara alat ultrasonografi dan gesekan antara transducer dan kulit perut Sarada.
Boruto menatap layar di hadapannya tak percaya.
Kejadian hari ini, semua di luar akalnya.
Sarada sudah siuman. Sudah menjalani pemeriksaan juga. Dan kini wanita itu berbaring di ranjang untuk ultrasonografi. Boruto masih menatap Sarada tak percaya.
Hari ini benar-benar seperti mimpi.
Ia diputuskan Sumire, Sarada pingsan, lalu ia diberitahu bahwa Sarada sudah mengandung, sudah masuk minggu ke tujuh. Boruto mengerjapkan mata tak percaya.
Mereka cuma melakukan sekali, bukan? Ayolah. Mereka hanya melakukannya saat malam itu. Boruto yakin.
Tapi mendadak Boruto terdiam. Apa benar mereka melakukannya cuma sekali?
Mereka 'kan sama-sama mabuk.
"Nah, jadi ini anak Bapak sama Ibu. Masih kecil sekali, masih seukuran buah kersen." Dokter itu menunjuk monitor yang menampilkan kondisi rahim Sarada yang berisi sosok janin mungil yang tampak begitu kecil. Boruto mengerjapkan matanya takjub.
"Berarti nggak ada satu jari saya, Dok?" tanya Boruto antusias. Entah mengapa setelah melihat sosok kecil seukuran buah talok di layar itu, Boruto jadi antusias tiba-tiba.
Sarada yang sedang berbaring tersenyum tipis melihat bola mata Boruto yang membulat takjub. Dokter wanita itu menganggukkan kepala.
"Paling ukurannya sebesar kelereng, Pak. Baru segitu." Dokter berambut ungu itu tersenyum menjelaskan. Sementara tangannya masih memegang transducer yang ia gerakkan di atas perut Sarada yang mulai membuncit.
Boruto tersenyum antusias, dan kini gantian memandang perut Sarada yang tampak mengkilap setelah diolesi gel. Boruto tertegun sekilas. Sejak kapan perut Sarada sebesar itu?
Sarada sensi masalah berat badan, Boruto tahu. Kalau pun berat badannya naik, perut Sarada paling akan menggembung sedikit, tidak membuncit. Perut Sarada bukan tipe yang kurus kering rata. Jadi ketika perutnya menggembung sedikit, itu biasa.
Tapi kenapa Boruto baru memerhatikannya sekarang, ya?
"Nah, sekarang jantungnya udah terbentuk, liver juga, Bu. Nah, yang ini tangan sama kaki. Masih kecil sekali memang, belum kelihatan kayak tangan," jelas Yugao sambil menyoroti monitor dengan remote lasernya. Boruto menatap takjub layar USG empat dimensi di hadapannya.
Dulu ia juga sekecil itu? Dan sekarang ia punya anak yang sudah sebesar itu?
"Nah, karena berdasar pemeriksaan tadi gula darah Ibu Sarada termasuk tinggi, jadi asupannya tolong diperhatikan, ya, Pak, Bu. Sebisa mungkin kurangi makan-makanan manis, nanti takutnya malah kena diabetes." Yugao tersenyum, menutup perut Sarada dengan dress yang wanita itu kenakan.
Boruto mengernyitkan dahi, berusaha mencerna perkataan Yugao.
"Diabetes, Dok? Setau saya, istri saya nggak ada riwayat gula darah tinggi," ujar Boruto tak yakin. Iya, tak yakin.
Karena Boruto tahu apa tentang Sarada selama ini?
"Begini, Pak. Ini kondisi yang biasa terjadi pada wanita hamil. Namanya diabetes gestasional. Biasanya karena hormon kehamilan, Pak. Jadi wajar. Cuma kalo Ibu nggak bisa ngontrol makanannya, takutnya ada komplikasi waktu melahirkan. Wanita dengan diabetes gestasional juga berisiko tinggi kena diabetes melitus di kemudian hari, Pak," jelas Yugao pelan-pelan, membuat Boruto manggut-manggut.
Sementara Sarada hanya mendengarkan. Ah, berarti ia tidak boleh makan dan minum yang manis-manis terlalu banyak!
Tapi kalau ia ngidam, bagaimana?
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] When I Married You | BoruSara
General FictionMenikah karena perjodohan jelas bukan impian Boruto, mengingat Boruto sudah memiliki kekasih. Sarada yang mencintai Boruto hanya bisa pasrah saat suaminya memiliki kekasih saat ia sudah memiliki istri. Apakah mereka mampu mempertahankan pernikahan m...