08. Awkward Silence

8.1K 581 172
                                    

Sarada berdiri di dapur, menuangkan sup penghilang pengar ke dalam mangkuk. Ia menatap langit-langit ruangan, menahan air mata yang menggenang di pelupuk matanya agar tidak jatuh sia-sia.

Bagian bawah tubuhnya masih terasa perih, sedikit. Tidak sesakit yang Sarada bayangkan.

Namun ini semua berbeda dengan ekspektasi Sarada saat masih remaja.

Apakah sepasang suami-istri harus saling mencintai? Pemikiran naif Sarada dahulu, membuat Sarada tertawa kecil sekarang. Ingin rasanya gadis yang kini telah menjadi wanita itu tertawa terbahak-bahak atas apa yang ia alami.

Sarada selalu membayangkan pernikahan bahagia seperti dalam novel romansa yang ia baca. Menikah, saling mengungkapkan rasa, saling mencinta, punya beberapa anak, lalu hidup bahagia selamanya.

Sayangnya takdir Sarada tidak seindah itu.

Dan sayangnya Sarada melupakan satu hal, bagaimana bisa tidak ada fase sedih dan terpuruk dalam suatu cerita?

Kalau Sarada mau menyalahkan Boruto pun, apa iya ia bisa? Sarada ingat, ia sendiri yang memberikan persetujuan saat Boruto bertanya apakah ia boleh melakukan hal itu.

Tapi bukankah memberikan persetujuan untuk berhubungan intim saat sedang mabuk tidak dihitung? Sarada tertawa lagi, tertawa getir.

Bagaimanapun ia juga memberikan persetujuan. Tidak ada yang bisa disalahkan. Sarada menghirup napas dalam-dalam.

Toh, apa salahnya? Mereka sudah menikah, bukan?

Tapi Sarada menginginkan hubungan yang didasari dengan cinta. Apa Sarada salah?

Sarada tadi terbangun dengan beribu rasa yang bercampur di benaknya. Cepat-cepat ia memungut sweter, memakainya, lalu berjalan ke kamar mandi.

Lalu setelah mandi, Sarada memasak. Argh, Sarada mendesah frustrasi.

Kenapa juga ia harus peduli dengan Boruto?

Kenapa ia harus repot-repot membuatkan sup penghilang pengar untuk seseorang yang memikirkannya saja tidak? Sarada menggelengkan kepala kuat-kuat.

Boruto hanya tidak peka. Boruto tetap orang baik. Ini hanya kecelakaan.

Sarada menggelengkan kepala kuat-kuat, berusaha menanamkan sugesti positif dalam benaknya. Peduli setan tentang toxic positivity.

Sarada ingin bahagia.

Sarada menghela napas panjang, menatap mangkuk yang berisi sup penghilang pengar di nampan yang ia letakkan di atas meja dapur. Apa aku boleh egois untuk kali ini saja?

Sarada menunduk, mengusap perutnya pelan sambil memejamkan mata.

Tuhan, kalau memang Engkau menakdirkan aku untuk bahagia, maka tolong, isilah rahimku dengan benihnya.

Tidak apa. Aku tidak masalah kalau akhirnya memang bercerai. Setidaknya aku punya seseorang yang bisa menjadi alasan untuk aku tetap hidup, Tuhan.

Sarada kembali memandang sup pengar di atas meja setelah ia membuka matanya.

Boruto harus dibangunkan. Spreinya harus ia ganti dengan yang bersih.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[END] When I Married You | BoruSara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang