"Bolt ...."
Sarada mencicit, menatap suaminya tidak percaya. Namun Boruto hanya menganggukkan kepala santai. Amarah yang tadi menguasainya hilang tak berbekas.
Boruto ini makhluk apa sebenarnya?
"Sar, ayolah. Aku nggak mau nyakitin kamu lagi. Aku juga nggak mau nyakitin Sumire. Aku nggak mau bohongin diriku sendiri. Jadi, ayo kita cerai, ya?" pinta Boruto memohon, lagi. Sarada menghela napas, tetesan air matanya jatuh begitu saja.
Dadanya begitu sesak.
"Sebenarnya aku di matamu itu apa, Namikaze Boruto?" tanya Sarada, menatap Boruto nyalang. Boruto mengerutkan dahinya.
"Sarada, ayolah. Aku kira kamu nggak ada perasaan apapun sama aku, kan? Kita udah barengan dari kecil, Sarada."
Justru itu yang membuatku makin memendam rasa, Boruto.
Sarada mengusap air matanya. Boruto masih menatap Sarada, memohon meminta persetujuan.
Sarada menghela napas panjang.
Apakah ini akhirnya?
Sarada menghirup oksigen dalam-dalam, menyiapkan kalimatnya agar tidak tergugu dan terisak. Boruto memandanginya bingung. Kenapa Sarada menangis?
"Kalo itu yang emang kamu mau, mari kita berpisah, Namikaze Boruto."
Sarada menghela napas panjang, menghentikan isakannya, lalu berdiri, melangkah menuju kamar tidurnya.
Hatinya terasa begitu sesak.
Sarada mungkin bodoh. Sangat bodoh, malah. Mencintai dan melayani seseorang yang sama sekali tidak mengharapkannya. Untuk apa?
Sarada senang kalau Boruto bahagia. Tapi untuk kali ini, jantung Sarada serasa diremas-remas kencang. Ia tergugu, tubuhnya merosot di balik pintu. Tetesan-tetesan air mata jatuh dari netra hitamnya, mengekspresikan rasa yang begitu menyakitkan.
Haruskah ini semua terjadi?
Boruto bangun pagi, lalu mandi. Dan keluar kamar, menemukan istrinya yang sedang berdiri di depan meja dapur, memasak makanan untuknya.
Boruto menghela napas. Jujur. Boruto memang nyaman dengan Sarada. Tapi hanya sebatas nyaman.
Boruto tidak sanggup kalau harus membohongi Sumire lagi. Ia ingin bersama Sumire, selamanya.
"Sarada, maaf." Boruto duduk di kursi, lalu mengucapkan kata sakral itu pada Sarada yang sedang memasak. Sarada mendongak, memasang wajah datarnya.
"Minggu ini kita ke Rumah Namikaze, aku mau bicara sama Ayah, Ibu, Papa, sama Mama. Abis itu baru kita urus berkas cerainya," ujar Sarada dingin. Celemek merah marunnya terciprat kuah sup yang sedang ia aduk, membuatnya mengaduh pelan.
Boruto menganggukkan kepala setuju. "Oke. Nanti aku bilang sama Ibu biar Papa sama Mama juga dateng. Kita bicarain disana." Boruto menanggapi dengan santai, membuat hati Sarada lagi-lagi mencelos.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] When I Married You | BoruSara
General FictionMenikah karena perjodohan jelas bukan impian Boruto, mengingat Boruto sudah memiliki kekasih. Sarada yang mencintai Boruto hanya bisa pasrah saat suaminya memiliki kekasih saat ia sudah memiliki istri. Apakah mereka mampu mempertahankan pernikahan m...