04. Dilema dan Papa Sasuke

6.6K 617 186
                                    

Boruto membuka pintu apartemen nya setelah membuka kunci dengan fingerprint.

"Tadaima, Sarada." Boruto berjalan di sepanjang lorong, lalu menepuk dahinya pelan.

Sarada kan sakit. Pasti dia sedang beristirahat. Ah, benar.

Boruto menaruh plastik sup di meja, lalu melepas jaketnya sendiri.

Terasa aneh kalau bukan Sarada yang melepas jaket ini.

Boruto menyampirkan jaket di kapstok, menyisakan kaos berwarna putih yang melekat pada badan atletisnya. Ia masuk ke kamar, mengganti celana bahannya dengan kolor pendek selutut. Lalu ia mengambil nampan, mengambil mangkuk, dan menuang sup ke dalam mangkuk.

"Ck, pake acara tumpah-tumpah segala," gerutu Boruto, mengibaskan tangannya yang terkena cipratan sup. Boruto mendengus.

"Sarada pake acara sakit segala. Kalo gini kan rumah bakal ancur," tambah Boruto lagi, mengelap bekas cipratan sup di meja dapur. Boruto menghela napas.

Mendadak ia teringat ucapan Inojin dan Shikadai.

Argh. Boruto mengepalkan tangan.

Sarada mengerutkan dahi begitu terbangun. Kenapa berisik sekali? Sarada bangkit dari ranjangnya, merapikan terusan selutut bergambar bunga sakura dengan tali di pinggang.

Sarada tersenyum tipis saat mengetahui biang keberisikan itu. Suami—ah, mungkin calon mantan suaminya. Namikaze Boruto.

"Ada apa, Bolt? Kenapa rame-rame?" tanya Sarada, berdiri di dekat meja dapur, mengamati meja yang seperti terkena bekas air bercampur minyak.

"He-eh? Loh, Sarada? Udah sehat?" Boruto mendongakkan kepala, wajahnya meringis.

"U-udah, aku istirahat tadi. Ini kenapa? Kamu mau makan?" tanya Sarada sambil menunjuk sup yang ada di mangkuk. Boruto nyengir, menggelengkan kepala.

"Nggak, Sar. Kamu kan sakit. Aku tadi beli ini di jalan, ini dari kedai sop yang kamu suka," terang Boruto, melebarkan ringisannya. Sarada hanya menggelengkan kepalanya, berjalan mendekati Boruto, lalu mengambil tisu dan mengelap sisa kecerobohan Boruto tadi.

"Aa, makasih. Kamu udah makan?" tanya Sarada balik. Boruto menganggukkan kepala.

"Udah, tadi aku makan sama Sumire."

Jder. Lagi-lagi hati Sarada mencelos.

Memang sudah tidak ada harapan, ya, bagi Sarada untuk menempati hati Boruto? Tidak bisa, ya?

Sarada di mata Boruto itu apa?

Setelah pemuda itu menalaknya pun, ia masih berlaku baik pada Sarada. Lalu bagaimana Sarada harus melepaskan Boruto?

Bagaimana Sarada harus membencinya?

Sarada menghela napas panjang. Membersihkan bekas cipratan sup tadi, lalu mengelap mangkuk dan menuangkan sup itu ke dalam mangkuk.

"Mau makan lagi, Bolt? Atau mau mandi?" tanya Sarada. Boruto menganggukkan kepala.

"Aku mau mandi dulu aja."

"Ya udah, tunggu bentar. Aku siapin dulu airnya, ya?" Sarada tersenyum tipis, beranjak ke kamar mandi yang ada di dalam kamar Boruto, menyiapkan pakaian ganti dan air hangat untuk Boruto.

Ini bulan Oktober, pertengahan musim gugur. Tapi Sarada yang mengenal Boruto dari kecil, tahu benar Boruto lebih suka mandi air hangat kapanpun, kecuali saat musim panas.

Boruto hanya duduk di meja makan, menunggu Sarada selesai menyiapkan air untuknya. Boruto menghela napas.

Kenapa kata-kata Shikadai terngiang-ngiang di benaknya, ya?

[END] When I Married You | BoruSara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang