Pulang dari Kediaman Namikaze, Boruto memutuskan untuk berendam dengan air hangat untuk mendinginkan pikirannya.
Kini ia duduk di tepi ranjang, menunggu Sarada yang sedang menyiapkan air hangat dan peralatannya. Empat bulan, ya?
Memang apa yang bisa terjadi selama empat bulan?
"Itu, udah aku siapin air sama baju gantinya. Dalemannya juga udah. Sana mandi dulu," suruh Sarada, berjalan keluar dari kamar mandi. Boruto menganggukkan kepala lesu.
"Makasih." Boruto tersenyum. Sarada mengangguk pelan.
"Kamu harus belajar buat nyiapin semuanya sendiri, Bolt. Setelah cerai, aku mau lanjut kuliah ke Stanford," nasihat Sarada, yang hanya diangguki oleh Boruto. Boruto lalu berjalan menuju kamar mandi, dan Sarada memutarkan kepalanya, mengamati setiap sudut kamar Boruto yang pasti akan Sarada rindukan.
Walaupun mereka pisah kamar, Sarada sering sekali kesini. Kamar dengan nuansa oranye tua dan hitam. Wangi citrus dan cendana yang pengharum ruangannya Sarada pasang di pojok ruangan. Sarada juga yang memilih wangi itu.
Sarada terdiam, memilih duduk di tepi ranjang Boruto.
Dulu, ketika awal menikah, Sarada bingung mau melakukan apa. Mereka sempat tidur satu kamar dan satu ranjang beberapa hari. Namun tak ada kejadian seperti di novel-novel, dimana tokoh utama pria akan tanpa sengaja memeluk pasangannya. Tidak ada.
Sebelum mereka pindah ke apartemen ini, Sarada bertanya pada Hinata, apa saja yang harus ia lakukan untuk Boruto. Hinata hanya menjawab dengan senyum simpul.
"Boruto itu manja banget, Sarada. Apa-apa harus disiapin kalo di rumah. Mandi, harus disiapin. Baju, juga disiapin. Ya terserah kamu aja, sebenernya. Kalian kan udah jadi suami-istri, ya harus kerjasama, kan?"
Tapi Sarada memilih opsi untuk melayani segala keperluan Boruto, menyiapkan segala kebutuhannya. Mengurusnya baik saat sehat maupun sakit. Mengurus segala urusan rumah tangga.
Dan entah mengapa, Sarada bahagia melakukannya.
Terasa begitu aneh, bukan? Sarada yang dulu ambisius sekali mengejar nilai untuk karier, selalu bertekad ingin menjadi seorang guru besar yang terkenal, semua impiannya mendadak berganti saat ia menikah dengan Boruto.
Begitu lucu. Sangat lucu.
Sarada melangkahkan kakinya keluar dari kamar suaminya sambil menghela napas panjang.
Masih ada empat bulan sebelum mereka benar-benar bercerai, setidaknya ia harus bisa menyiapkan diri kalau memang ia benar-benar akan bercerai.
Sarada menghela napas panjang, lagi. Setelah bercerai, ia akan kembali ke Kediaman Uchiha. Siapa yang akan mengurus Boruto? Apa Boruto akan kembali ke Kediaman Namikaze? Atau ia tetap tinggal di apartemen ini? Siapa yang akan memasak untuknya?
Lagi-lagi Sarada menghela napas.
Tujuan menikah untuk apa, sih? Untuk bahagia, 'kan? Kalau kedua belah pihak tidak bahagia, untuk apa pernikahan itu dilanjutkan?
Mereka sama-sama korban dari gilasan takdir. Boruto yang mencintai Sumire, makin terpaksa menikah dengan Sarada. Sumire yang tidak tahu apa-apa tentang Boruto, seolah menjadi peran antagonis paling jahatnya. Sarada yang tidak mampu memberitahu Sumire, memilih diam saja saat Boruto melakukan apapun.
Sama-sama salah, bukan?
—
Sarada sudah siap dengan celana high waist kotak-kotak merah, kemeja putih, dan blazer kotak-kotak merah. Pertengahan musim gugur, anginnya kencang. Sarada memakai celemeknya, menyiapkan sarapan untuk ia dan Boruto.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] When I Married You | BoruSara
General FictionMenikah karena perjodohan jelas bukan impian Boruto, mengingat Boruto sudah memiliki kekasih. Sarada yang mencintai Boruto hanya bisa pasrah saat suaminya memiliki kekasih saat ia sudah memiliki istri. Apakah mereka mampu mempertahankan pernikahan m...