Matahari bersinar begitu terang, dan gadis itu terdiam di sudut lapangan. Mendekap buku tulis, menulis beberapa kalimat. Kacamata merahnya jadi kamuflase, gadis itu hampir menangis.
"Matahari enggak bosen bersinar, ya? Padahal aku pengen mendung." Senandika, gadis itu sibuk bersenandika dari tadi. Untung suaranya lirih, yang lain tak dapat mendengar.
"Hoy, jangan disitu!" seru salah satu anak laki-laki yang sedang menggiring bola. Gadis kecil itu mendongak.
"Suka-suka aku, lah."
"Nanti kena, nangis!" Anak laki-laki berambut pirang pucat itu nyolot, membuat gadis itu menatapnya tak suka.
Sial. Mata gadis itu malah berkaca-kaca, dari tadi ia 'kan menahan tangis.
"Udah, udah. Biar dia di situ, Jin. Kita main agak sinian aja, biar dia enggak kena." Datang anak laki-laki berambut kuning, anak itu datang melerai.
Sang gadis terkesiap, dua garis yang ada di pipi anak laki-laki itu membuatnya merasa familier.
"Ck, udah. Aku yang pergi aja." Gadis itu berdiri, membersihkan celananya yang terkena debu tanah. Diam-diam gadis itu melirik, mencuri pandang pada anak laki-laki berambut kuning yang kini sudah kembali bermain bola.
"Kayaknya kita bakal ketemu lagi. Makasih."
Oniks Sarada menerawang kosong saat Yugao memeriksa. Makanan rumah sakit hambar, itu fakta. Alih-alih bernafsu makan, Sarada malah ingin memuntahkannya lagi.
"Kondisi Ibu Sarada membaik, Pak. Karena Ibu Sarada nyaris mengalami komplikasi, kita berusaha menyembuhkan penyakitnya satu demi satu." Yugao menatap papan tulisnya, berisi ceklis penyakit sang pasien.
"Ibu Sarada harus makan teratur, untuk mencegah asam lambungnya naik lagi. Namun, Ibu Sarada tidak disarankan makan dan minum hal-hal yang berbau gula, agar gula darahnya tidak melesat naik lagi. Untuk anemia, kami sudah memberikan zat besi juga, serta vitamin. Harus banyak makan-makanan yang mengandung zat besi juga, seperti bayam." Yugao kembali menjelaskan. Boruto menganggukkan kepala.
"Baik, Dok. Oh, ya. Kira-kira istri saya diopname berapa lama, ya?" Boruto bertanya penuh harap. Ini berkaitan dengan biaya yang ia keluarkan juga.
Ia harus menghitung dengan pasti, berapa biaya yang ia butuhkan kali ini. Ia masih harus menyiapkan biaya saat Sarada melahirkan nanti.
"Tergantung perkembangan, Pak. Untuk sementara, saya rasa tiga hari cukup. Tapi masih kita pantau beberapa hari ke depan. Semoga semua segera membaik." Yugao tersenyum tenang. Boruto lagi-lagi hanya mengangguk.
Atensi Boruto kini tertuju pada sang istri sepenuhnya.
"Baik, Pak. Kalau begitu, saya pamit dulu. Selamat malam." Yugao undur diri, membuat ruangan itu kembali diisi keheningan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] When I Married You | BoruSara
General FictionMenikah karena perjodohan jelas bukan impian Boruto, mengingat Boruto sudah memiliki kekasih. Sarada yang mencintai Boruto hanya bisa pasrah saat suaminya memiliki kekasih saat ia sudah memiliki istri. Apakah mereka mampu mempertahankan pernikahan m...