Yodo memandang takjub Haruto yang ada di gendongan Sarada. Kini usia bayi itu sudah genap seminggu. Besok Sarada bisa pulang dari rumah sakit.
Chocho sibuk mengunyah keripik kentangnya di sofa. Shinki hanya menemani pacarnya itu. Mitsuki menemani Sumire yang berdiri di sebelah Yodo. Inojin tidak ikut, dari kemarin ia sudah sering mengunjungi Boruto dan Sarada. Bersama Himawari, tentunya.
"Boruto banget ini, lucu banget!" Yodo menahan diri untuk tidak mencubit pipi Haruto gemas. Sarada tertawa. Reaksi semua orang saat pertama melihat Haruto memang sama: pasti berkomentar tentang betapa miripnya Haruto dengan suaminya.
"Shik, liat deh, sini. Haruto lucu banget, ya? Jadi pengen aku," kata Yodo panjang lebar. Sifat dingin gadis itu mendadak luruh. Shikadai seketika tersedak saat Boruto menyenggol bahunya.
"Kode, tuh, Shik. Yodo pengen punya bayi," ledek Boruto, membuat Shikadai mendengkus.
"Mendokusai."
"Semoga sifat Haruto nurun Sarada aja, ya. Kasihan kalo nurun Boruto." Chocho berdiri di sebelah Sumire, memberi pendapat. Sumire kontan menoleh, tersenyum tidak enak. Sarada yang menyadari perubahan raut Sumire hanya tersenyum tipis.
"Haruto mah anak baik, Cho. Ibunya aja hebat begini, kok." Sumire menyanjung Sarada sambil tersenyum tulus, besar harapan Sumire agar Haruto tidak tumbuh seperti Boruto ke depannya.
Cukup ia dan Sarada saja yang jadi korban kebrengsekan Boruto. Yang lain jangan.
"Iya, bener tuh kata Chocho. Ini fisiknya udah nurun Boruto semua, masa iya sifatnya nurun Boruto juga. Kasian noh, Sarada enggak dapet apa-apa." Yodo tertawa gemas melihat safir Haruto yang tampak begitu cemerlang.
Sarada tersenyum geli sekaligus haru menatap raut antusias teman-temannya yang gembira melihat Haruto. Sesekali obsidiannya menatap Sumire yang tampak ikut antusias menggoda bayi menggemaskan itu.
Perasaan Sarada begitu membuncah bahagia.
"Sumire," panggil Sarada, semua sedang sibuk dengan dunia mereka.
"Eh, kenapa, Sarada?" Sumire mendekat, memenuhi panggilan Sarada.
"Thank you, ya." Sarada tersenyum tulus, membuat Sumire mencuatkan alisnya.
"Hah, thank you buat apa, Sar? Harusnya aku minta maaf banyak sama kamu, karena masalah waktu itu," sergah Sumire. Sarada menggelengkan kepalanya pelan.
"Semua yang terjadi udah takdir Tuhan. Aku terima kasih sama kamu, karena kamu, semua akhirnya happy ending kayak gini. Thank you, karena udah ikhlas ngelepas Boruto di saat kamu sendiri jadi korban." Sarada mengembangkan senyum hangatnya, mengulurkan tangannya untuk bersalaman.
Sumire jadi ikutan tersenyum, kantung matanya indah menyipit. "Aku juga terima kasih, karena kamu aku jadi banyak belajar arti bersabar sesungguhnya. Kadang emang aku ngerasa enggak adil, Sar. Tapi ketika liat kamu, aku sadar, harusnya aku banyak belajar dari kamu."
Sumire mengulurkan tangan, menjabat tangan Sarada yang ada di hadapannya sambil tersenyum manis. Sarada menganggukkan kepala, tersenyum riang.
"Semoga kita semua bahagia dengan hidup kita, ya! Tuhan selalu kasih yang terbaik. Anyway, gimana sama Mitsuki? Ada perkembangan?" Sarada mengedipkan sebelah mata sambil tersenyum menggoda, membuat pipi Sumire tersipu merona.
Tuhan memberi kita ujian agar kita naik kelas. Tugas kita adalah menyelesaikan ujian itu, membuat hidup yang awalnya pelik jadi indah. Bukankah begitu? Namanya juga hidup.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] When I Married You | BoruSara
General FictionMenikah karena perjodohan jelas bukan impian Boruto, mengingat Boruto sudah memiliki kekasih. Sarada yang mencintai Boruto hanya bisa pasrah saat suaminya memiliki kekasih saat ia sudah memiliki istri. Apakah mereka mampu mempertahankan pernikahan m...