Sarada mengeratkan mantelnya begitu berjalan di lorong gedung fakultas psikologi. Ia berencana ke kantin, sudah janjian dengan Chocho dan Yodo tadi. Tapi Yodo masih ada urusan dengan Bu Shizune, jadi ia duluan.
"Loh, Sarada mau kemana?"
Lagi, dan lagi. Suara pemuda bernetra magenta itu tersenyum saat melihat Sarada yang seperti tong es berjalan. Rok tebal semata kaki, kaus kaki, sepatu tertutup. Sweter rajut, ditambah mantel hangat dan syal yang melingkari lehernya.
Kagura mengerutkan dahi. Ia selalu memerhatikan Sarada, dua hari ini Sarada tampak aneh. Juga pipinya yang semakin tembam dan badannya yang semakin berisi, membuat Kagura gemas jadi ingin mencubit pipinya.
Tapi Kagura sadar bukan siapa-siapa.
"Eh, Kak Kagura. Aku mau ke kantin, Kak." Sarada mencoba tersenyum tipis walaupun sebenarnya ia tidak ingin. Ia tahu kalau Kagura ingin mendekatinya. Tapi Sarada sadar, dia sudah punya suami.
"Tumben nggak sama Yodo?"
"Yodo lagi ada urusan sama Bu Shizune. Jadi aku duluan," jawab Sarada sambil tersenyum paksa. Kagura mengusap tengkuknya yang tidak gatal.
"Ooh, gitu."
Sarada buru-buru menganggukkan kepalanya, sambil berjalan. "Ya udah, Kak. Aku duluan, ya."
Kagura mengangguk, tersenyum tipis. Sempat terbesit di benaknya, apakah Sarada sudah ada yang punya? Kalau iya, siapa?
Sarada cukup populer di kampus. Saat masa penerimaan mahasiswa baru, dia mahasiswi aktif yang pintar. IP nya bagus, membuat dosen-dosen juga segan. Ia juga sopan dan santun, tidak suka merendahkan orang lain.
Namun memasuki semester tiga, Sarada jadi mahasiswa kupu-kupu. Kagura sebagai senior tentu heran. Namun Kagura hanya mengulas senyum tipisnya.
Sudah, lah. Kalau memang Sarada sudah ada yang punya, maka ia akan mundur. Simpel.
Sarada berjalan cepat menuju kantin. Derap langkah berirama membawanya menuju meja yang ditempati Chocho, Inojin, dan Mitsuki. Sarada mengernyitkan dahinya.
"Loh, Cho, Shinki mana?" tanya Sarada setelah duduk. Inojin yang sedang fokus menatap ponsel langsung mendongakkan kepala.
"Shinki lagi ada praktek sidang, Sar. Lo mau makan apa?" tanya Chocho setelah mengunyah keripik kentangnya.
"Eh, Sar, gue udah lama nggak ketemu lo. Sekarang chubby bener, lo?" tanya Inojin, bingung. Ia kira yang ada di hadapannya ini bukan Sarada. Sementara Chocho sudah mendelik tidak suka.
"Nggak boleh body shaming, Jin," tegur Chocho kesal. Chocho jadi ingat saat dulu SMP, pipinya tembam sekali. Badannya juga besar. Setelah ia berdiet, kini Chocho justru menyesal.
Katanya ia lebih suka tubuh dengan lemak.
"Tapi Inojin bener, Cho. Gue aja baru ga ketemu Sarada belom ada seminggu. Udah tembem bener, perutnya juga rada buncit gitu. Lo sakit apa gimana, Sar?" tanya Mitsuki, mengiyakan perkataan Inojin. Sementara yang jadi topik pembicaraan malah tersenyum santai, membuat Chocho membulatkan mata heran.
"Gue emang lagi banyak makan aja. Udah, ah. Gue mau pesen makanan dulu." Sarada berdiri, beranjak menuju stan-stan penjual makanan. Tak lama kemudian, Yodo datang dan duduk di kursi sebelah Chocho.
"Loh, Sarada mana, Cho?" tanya Yodo. Chocho menunjuk stan penjual makanan.
"Lagi pesen makan, dia." Yodo menganggukkan kepalanya. Ia tidak berminat makan kali ini. Lagipula ia sudah membawa infused water sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] When I Married You | BoruSara
General FictionMenikah karena perjodohan jelas bukan impian Boruto, mengingat Boruto sudah memiliki kekasih. Sarada yang mencintai Boruto hanya bisa pasrah saat suaminya memiliki kekasih saat ia sudah memiliki istri. Apakah mereka mampu mempertahankan pernikahan m...