Pagi ini pagi yang cerah.
Sangat cerah. Sangat indah.
Sarada yang masih libur, dengan Boruto yang baru masuk nanti saat kelas siang. Sarada yang terbangun karena kaget, ada tangan yang tiba-tiba melingkari perutnya erat.
Wanita hamil itu mengedip-kedip penasaran. Perlahan matanya melirik, kedua sudut bibirnya terangkat mendapati suaminya yang memeluknya posesif.
Ah. Sarada benar-benar tidak menyangka ini nyata.
"Morning, Sayang," bisik Boruto, tepat di telinga Sarada. Pria itu sudah bangun dari tadi, sengaja menunggu istrinya bangun terlebih dahulu.
"E-eh, Bolt? Tumben kamu manggil kayak gitu." Sarada melepaskan tangan Boruto dari perutnya, lalu membalikkan badannya ke hadapan Boruto perlahan.
"Hati-hati, Sayang. Nanti bayinya sakit." Boruto melirik perut Sarada yang kini sudah menghadap ke arahnya. Pipi istrinya merona lucu, membuat Boruto tertawa kecil.
"Emang nggak boleh ya suami manggil istrinya 'sayang'?" tanya Boruto lagi, sengaja menggoda Sarada yang sudah tersipu malu.
Boruto tahu, Sarada mungkin kaget dengan perubahannya. Tapi Boruto harap, Sarada mau menerimanya kembali.
Seminggu tanpa Sarada membuatnya menyadari banyak hal, dan salah satunya adalah ....
Sarada selalu menjadi tempatnya pulang.
Tanpa Sarada, tidak ada tempat yang ia sebut sebagai rumah. Karena Sarada adalah rumahnya.
Boruto tidak akan melepaskan Sarada lagi. Itu fakta.
"T-tapi kamu 'kan nggak biasanya kayak gitu." Sarada menatap dada Boruto yang terbalut kaos. Boruto terkekeh geli.
"Ya mulai sekarang, boleh nggak aku panggil kamu 'sayang'?" tanya Boruto menatap obsidian Sarada serius, membuat wanitanya itu menundukkan kepala malu. Boruto tertawa geli.
Sifat Sarada jadi berubah-ubah saat hamil. Dan Boruto menyukai itu.
"Tapi 'kan kita mau cerai ...?" Sarada menggantungkan perkataannya, menatap bingung suaminya yang mendadak meringis bingung.
Boruto menarik napas dalam-dalam. Susah sekali sih mengatakan agar ia tidak mau bercerai dari Sarada?
Sarada menatap Boruto bingung. Di sisi lain ia senang dengan perubahan yang ada di diri Boruto. Tapi di sisi lainnya ... Sarada merasa sakit.
"Bolt," panggil Sarada lagi. Boruto yang melamun langsung menatap Sarada refleks.
"Kenapa?"
"Apa ... Apa kamu baik sama aku cuma gara-gara bayi kita?" Sarada bertanya ragu, mulutnya bergetar mengucapkan kalimatnya. Sarada mengalihkan pandangannya dari wajah Boruto.
Sarada takut perkataannya melukai hati Boruto.
Boruto terhenyak kaget. Ia melupakan kemungkinan yang ini. Matanya mengerjap kaget, bergetar menatap Sarada yang menerawang pandang kosong ke sembarang arah.
"K-kalo emang kamu baik sama aku karena bayi kita, nggak apa-apa kok, Bolt."
Sarada menghela napas. Ia harus menerima konsekuensinya. Ia tahu, Boruto tidak mencintainya. Dan kemungkinan besar Boruto menerimanya hanya karena anak yang ada di dalam kandungannya.
Sarada tahu itu. Dan Sarada menerimanya.
"Nggak apa-apa kalo kamu nggak baik sama aku. Yang penting kamu baik sama dia, ya?" pinta Sarada sambil mengelus perutnya lembut, tersenyum tipis menatap Boruto yang kini memandangnya kaget.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] When I Married You | BoruSara
Ficção GeralMenikah karena perjodohan jelas bukan impian Boruto, mengingat Boruto sudah memiliki kekasih. Sarada yang mencintai Boruto hanya bisa pasrah saat suaminya memiliki kekasih saat ia sudah memiliki istri. Apakah mereka mampu mempertahankan pernikahan m...