Sarada lagi-lagi mengeratkan mantelnya. Kantin fakultas psikologi tampak lengang. Ia belum sarapan tadi pagi. Entah kenapa ia tidak mood sarapan di apartemen.
Apa karena sendirian, mungkin?
Di hadapannya ada Chocho yang memandangnya bingung. Setelah nafsu makan Sarada yang kemarin melunjak, kini wanita itu justru termenung menatap zuppa soup yang ia pesan.
"Sar," panggil Chocho. Sarada mendongak kaget. Matanya terbelalak.
"Kenapa?" tanya Sarada. Chocho menatapnya bingung.
"Lo nggak sarapan sama Boruto, tadi pagi?" tanya Chocho. Sarada hanya meringis, menggelengkan kepala.
Kok aku jadi inget Boruto, ya? Pagi ini dia sarapan apa? Dia 'kan nggak bisa masak.
"Nggak, tadi gue kesiangan," bohong Sarada sambil menundukkan kepala. Wanita itu memainkan sendoknya dengan perasaan hampa.
Aku ini kenapa, sih?
"Ya udah, cepetan makan gih, Sar. Lo udah nggak mual-mual kayak kemaren lagi, 'kan?" tanya Chocho memastikan. Sarada menganggukkan kepala tanda ia baik-baik saja.
Sarada menusuk pastry dengan sendoknya, mulai menyantap sup krim dengan perasaan kosong.
Rasanya ada yang hilang. Tapi apaan?
"Anjir, udah jam delapan!" pekik Boruto kaget. Ia terbangun di kamar Sarada. Matanya melotot horor memandang ponselnya."Gue 'kan kelas pagi, bego! Jam tujuh, mana yang ngajar Pak Asuma. Ah, sinting." Boruto buru-buru berjalan ke kamar mandi, mandi cepat-cepat dan memakai handuk. Sesampainya di kamar, ia mengerutkan dahi.
"Baju gue dimana, ya? Kok Sarada nggak nyiapin? Tumben-tumbenan," gerutu Boruto sebal. Ia membuka lemari pakaiannya sendiri, mencari kemeja dan sweter. Ia mengobrak-abrik lemari pakaiannya yang sudah rapi.
Daleman gue dimana?!
Kepala Boruto pening. Seketika pria itu ingat, ini waktunya sarapan. Boruto menghela napas panjang. Masih dengan handuk terikat di pinggang, Boruto buru-buru berjalan ke dapur.
Matanya mengerjap saat tidak melihat Sarada ada disana.
Seketika tubuhnya lunglai, ia menjatuhkan dirinya ke sofa yang ada di dekat kursi makan.
"Sarada 'kan di apartemen Tante Karin .... Kenapa gue bisa lupa?" lirih Boruto lemas. Ia tidak pernah melewatkan sarapan semenjak menikah dengan Sarada. Dan kini, lambungnya mulai berontak. Perut pria itu serasa diremas, membuat Boruto buru-buru berlari ke wastafel, memuntahkan isi perutnya yang ngambek entah karena apa.
"Kenapa gue jadi gini banget?"
Boruto masih memuntahkan isi perutnya lagi. Wajahnya memucat. Helaan napasnya terasa begitu berat, membuat kepalanya terasa berputar-putar mengelilingi galaksi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] When I Married You | BoruSara
General FictionMenikah karena perjodohan jelas bukan impian Boruto, mengingat Boruto sudah memiliki kekasih. Sarada yang mencintai Boruto hanya bisa pasrah saat suaminya memiliki kekasih saat ia sudah memiliki istri. Apakah mereka mampu mempertahankan pernikahan m...