Bulan ke delapan akhir, minggu-minggu menyenangkan sekaligus menegangkan baik buat Sarada maupun Boruto.
Sehabis dari tempat senam hamil, mereka berniat periksa ke dokter kandungan. Sarada sudah mengganti bajunya dengan dress hamil selutut berwarna polkadot merah yang tampak serasi dengan tas raspberry pinknya.
Tak perlu antri lama, mereka sudah dipanggil ke ruangan Dokter Yugao. Paska kejadian kemarin, Yugao menempatkan Sarada sebagai pasien prioritasnya. Ditambah pengaruh Sakura, jadilah Sarada sebagai pasien VIP di list Yugao.
"Siang, Ibu Sarada." Yugao tersenyum hangat menyambut mereka berdua. Memandang Boruto yang berjalan agak jauh di belakang, Yugao tersenyum geli.
"Siang juga, Bapak Boruto," sapa Yugao lagi. Boruto balas tersenyum, mengekori Sarada yang sudah lebih dulu duduk di kursi.
"Ini sudah minggu ke tiga puluh enam, ya, Pak, Bu. Mau langsung USG terlebih dahulu?" tawar Yugao, membuat Sarada mengangguk dan berjalan mengikuti Yugao ke ranjang pemeriksaan.
Sarada berbaring di ranjang bermatras hijau itu, membuka dress hamilnya, menampakkan perutnya yang sudah membuncit besar. Boruto duduk di kursi yang sudah disediakan. Yugao melumasi perut Sarada dengan gel khusus, mengambil transducer dan menggerakkannya di atas perut Sarada.
"Ini kita USG empat dimensi, jadi bisa dilihat di sini, ini bayinya Bapak sama Ibu. Ini tangannya, ini hidungnya udah keliatan, mancung ini, Pak." Yugao menggerakkan transducernya lagi.
"Untuk berat bayi sekitar dua koma sembilan kilogram, lebih berat dari rata-rata. Tapi itu wajar, enggak ada masalah. Oh, iya. Bapak sama Ibu mau melihat jenis kelamin bayi?" Yugao menatap Boruto yang melongo melihat layar. Mata safir pria itu berkedip.
"Eh, iya, Dok?"
"Mau melihat jenis kelamin bayi sekalian, enggak, Pak?" tanya Yugao lagi. Boruto ber-oh panjang, gantian memandang istrinya yang berbaring di ranjang.
"Say, mau lihat jenis kelaminnya adek bayi, enggak?" Boruto ganti bertanya pada Sarada, membuat wanita itu terdiam sebentar.
"Em, enggak usah aja kali, ya? Biar surprise, Bolt," jawab Sarada. Yugao menganggukkan kepala.
"Baik kalau begitu. Habis ini saya akan melakukan CTG untuk merekam detak jantung janin. Mungkin memakan waktu agak lama, sekitar tiga puluh menit. Mungkin Bapak bisa menunggu di luar kalau bosan," jelas Yugao memerinci. Boruto menganggukkan kepala.
"Kamu beli makan aja, sana, Bolt. Aku mau gyoza. Sama teh, oke?" Sarada mengusir Boruto secara halus, membuat Boruto mau tak mau menuruti permintaan istrinya.
"Ya udah, aku keluar dulu, ya. Dok, saya titip istri saya, ya." Boruto berdiri, bersiap meninggalkan ruangan. Yugao mengangguk, sementara Sarada tersenyum sambil melambaikan tangannya, melepas Boruto yang sepertinya berat meninggalkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] When I Married You | BoruSara
General FictionMenikah karena perjodohan jelas bukan impian Boruto, mengingat Boruto sudah memiliki kekasih. Sarada yang mencintai Boruto hanya bisa pasrah saat suaminya memiliki kekasih saat ia sudah memiliki istri. Apakah mereka mampu mempertahankan pernikahan m...