Epilog

5.3K 300 179
                                    

serverku error, jadi kalo misal ini udah sampe ke kalian, komen ya. sudah beberapa kali di unpub-repub hehe

Haruto jelas tumbuh sebagai anak ganteng yang memesona—kata Naruto, sang Opa.

Usianya sekarang tujuh tahun kurang beberapa bulan, dan Haruto baru saja daftar sekolah dasar. Kini si anak ganteng itu lagi ribut, gara-gara bundanya belum bangun dan ia lapar.

"Yah, pengen makan," pinta Haruto sambil menggoyang-goyangkan tubuh Boruto. Yang digoyangkan tubuhnya hanya mengolet pelan.

"Minta masakin Bunda, sana. Ayah enggak bisa masak." Boruto kembali terlelap di sofa depan televisi. 

Sudah dua hari ini Boruto dan Sarada pisah ranjang. Awalnya gara-gara Boruto yang pulang terlalu malam selama tiga hari berturut-turut. Entah kenapa wanita itu jadi emosional sekali, Boruto juga enggak paham.

Yang pasti, kepalanya pening gara-gara Sarada yang ngambek.

"Yah, Bunda tuh belum bangun. Nanti Ruto yang ganteng ini dimarahin lagi kalo bangunin Bunda." Haruto masih gemas mencubiti pinggang Boruto yang kini banyak lemaknya. 

Semenjak Haruto lahir, istri cantiknya itu suka sekali memasak. Dan Boruto senang hati memakan masakan Sarada. Ah, gemas sekali.

Boruto suka senyum-senyum sendiri kalau mengingat tingkah laku Sarada, kecuali waktu istrinya lagi ngambek. Seperti saat ini.

"Ya kamu coba goreng telor atau apa, lah. Ayah masih ngantuk, Ruto. Semalem Ayah lembur tau," keluh Boruto sambil menyamankan posisinya di sofa depan televisi. Haruto mendengkus kesal. 

"Yah, kalo nanti kebakaran, Ruto enggak mau tanggung jawab, ya!" Haruto mendelik kesal, menusuk-nusuk perut Boruto yang tertutupi kaos hitam. Boruto hanya menggumam, membuat Haruto mendesis sinis.

"Ayah! Ayah denger Haruto, enggak, sih?! Haruto laper!" seru Haruto lagi, membuat Boruto membuka matanya yang terasa begitu berat.

"Enggak sopan teriak-teriak sama Ayah, Ruto," tegur Boruto kesal. Matanya setengah terpejam, memeluk bantal sofa erat-erat. Haruto mendesis, matanya melotot menatap ayahnya sengit.

"Tau, ah. Ruto mau bangunin Bunda aja. Kalo Ruto disalahin, Ruto mau bilang disuruh Ayah," ketus Haruto pasrah, membalikkan badannya menuju kamar kedua orangtuanya.

Boruto mengembuskan napas lega, ketika telinganya sudah tak mendengar suara-suara nyaring anak semata wayangnya.

Baru saja Boruto terlelap dalam tidur, suara Haruto kembali memekakkan telinga.

"AYAHHHH!! AYAH KESINI SEKARANG!!!" pekik Haruto kencang, membuat Boruto langsung duduk siaga dengan mata melotot.

"Kenapa lagi itu anak, aduh ..." Boruto menggeleng-gelengkan kepalanya lelah, mau tak mau bangkit dari peraduan.

"AYAH CEPETAN SINI!! BUNDA MUNTAH-MUNTAH TERUS! KASIAN!!!" 

Mendengar istrinya disebut, mata Boruto langsung membulat sigap. Seketika pria itu sudah ada di kamar mandi yang ada di dalam kamarnya. Haruto berdiri di sebelah sang bunda yang setengah membungkuk dengan mulut mengarah ke kloset.

"Hoek!" 

Suara mulut Sarada membuat mata Boruto membulat. Haruto menoleh, mendapati ayahnya yang berdiri sambil mengerjapkan mata.

Haruto menatap Boruto sengit. "Ayah lama banget! Lelet!" ketus Haruto sambil melipat tangan di dada, membuat Sarada seketika mendelik mendengarnya.

Usai memencet tombol flush, Sarada menepuk bahu Haruto pelan. "Sama Ayah bilangnya yang bagus, Haruto." 

"Biarin, ah, Bun. Ayah dari tadi nyebelin banget, sih," adu Haruto sambil mengerucutkan bibirnya tak suka. Sarada dengan wajah pucatnya hanya mengembuskan napas pasrah.

[END] When I Married You | BoruSara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang