yang belum baca part 33, bisa ke part 33 dulu yaa! tq!
Karena penuturan Dokter Yugao, Boruto jadi ekstra hati-hati menjaga Sarada. Apalagi menurut perhitungan hari kelahiran, seminggu lagi ia akan menjadi ayah! Perut Sarada yang sudah melambung begitu besar tentu jadi pengingat untuk Boruto, pria itu sudah bukan pria lajang lagi yang bebas melakukan apa saja.
Bau harum chocolate muffin semerbak, Sarada kemarin baru saja membeli oven, berniat membuat kue. Boruto awalnya melarang, takut Sarada kecapekan. Lagi pula persalinannya sekitar seminggu lagi.
Namun binar mata istrinya membuatnya luluh. Tak apa, lah. Sesekali. Itu isi hati Boruto.
Sarada yang sedang menyetrika baju-baju bayinya tersenyum riang mendengar suara oven berdenting. Boruto yang sibuk dengan laptopnya menoleh sekilas, mengawasi istrinya yang berlari kecil ke dapur.
"Hati-hati, Say!" sahut Boruto kencang, yang hanya diangguki Sarada. Oniksnya berbinar senang, tangannya sigap mengambil sarung tangan dan memakainya.
Hai, muffin coklat kesayangan Bunda! Bunda sayang kalian, deh. Bunda enggak sabar makan kalian, biar dedek bayi ada temennya di dalem!
"Nah, gini 'kan gemas!" Sarada hati-hati mengambil nampan dari oven yang sudah ia matikan. Oniksnya berbinar senang mendapati kue muffinnya merekah manja dengan chocochips yang betebaran di permukaan.
"Abis ini Bunda mau bikin teh buat makan kamu, muffin sayang." Sarada kembali bersenandika, wanita hamil itu mengobrol dengan dirinya sendiri. Boruto yang sayup-sayup mendengar suara Sarada hanya tersenyum geli.
Sarada memang pintar, ia tahu cara mengatasi traumanya. Healing therapy sendiri, dengan bersenandika.
"Bolt, mau muffin, enggak?!" Sarada berteriak dari dapur, memanggil suaminya yang sibuk bekerja. Senyum Boruto merekah, harum coklat dan mentega dari muffin membuat jiwanya bersemangat.
"Iya, mau!"
Menemani Sarada di ranjang adalah hal yang paling Boruto sukai sekarang. Jemari kokoh Boruto mengelus perut buncit istrinya lembut, memutar ke kanan dan ke kiri. Sesekali mata Boruto membelalak senang saat menemui sundulan-sundulan kecil dari perut Sarada: tendangan anak mereka!Tidak munafik, Sarada masih sering cemas tiba-tiba. Apalagi mendekati hari kelahiran, kontraksi-kontraksi palsu jadi teman akrab Sarada.
"Bun," panggil Boruto tiba-tiba. Sarada yang berbaring di sebelah Boruto menoleh pelan, matanya membulat mendengar panggilan yang Boruto berikan untuknya.
"Kenapa?"
"Kamu enggak capek, dedek bayi nendang terus?" Boruto kembali mengelus-elus perut Sarada.
Wanita itu menggeleng pelan. Namun beberapa detik kemudian, Boruto membelalak saat jemari sang istri meraih lengannya, meremasnya keras.
"Bolt, sakit ..." lirih Sarada, matanya menyipit, mulutnya meringis menahan sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] When I Married You | BoruSara
General FictionMenikah karena perjodohan jelas bukan impian Boruto, mengingat Boruto sudah memiliki kekasih. Sarada yang mencintai Boruto hanya bisa pasrah saat suaminya memiliki kekasih saat ia sudah memiliki istri. Apakah mereka mampu mempertahankan pernikahan m...