25. Diabetes Gestasional

4.5K 371 177
                                    

gemeter ngetiknya gegara udah lama ga nulis. enjoy!

-

Sarada menatap jam dindingnya. Ah, Boruto belum pulang.

Usia kehamilan ke enam bulan, perut Sarada jelas mulai membesar. Ah, bukan mulai lagi. Tapi sudah membesar. Nyeri perut sudah seperti teman akrab Sarada di tiap waktu.

Asam lambung yang naik dikarenakan uterus menekan perut membuat Sarada sesekali merasa kerongkongannya terbakar.

Hormon estrogen yang tinggi membuat rambut dan kukunya menebal. Dan tambahan, Sarada jadi suka bercermin!

Wanita itu menikmati tiap detik perkembangan kehamilannya.

Walaupun ada satu hal yang membuat Sarada kebingungan. Nafsu makannya terus meningkat, namun berat badannya justru turun. Kenapa?

Tapi kali ini mendadak ia ingin coklat. Sarada berjalan perlahan ke dapur, lalu membuka pintu kulkas dan mengambil coklat batang yang ada di sana.

"Boruto lama banget. Kemana, ya?" Sarada menggigit coklat yang kini ada di genggamannya. Namun beberapa detik kemudian, -

-"Huek!" Sarada buru-buru berjalan ke wastafel. Ia memuntahkan isi perutnya, lagi. Sudah dua kali hari ini. Tangannya sigap memutar keran, membilas muntahannya yang ada di mulut wastafel.

Lidah Sarada terasa begitu pahit, Sarada tahu ini efek asam lambungnya yang naik ke kerongkongan.

Tapi kali ini mendadak tubuhnya melemas. Wanita hamil itu mendudukkan dirinya di kursi, pelan-pelan.

"Acid reflux," desis Sarada lirih. Matanya mengerjap, melirik coklat yang tadi refleks ia taruh di samping wastafel.

"Lemes, nggak kuat." Sarada kembali bermonolog, lirih. Menatap langit-langit ruangan, pandangannya seolah memburam.

Sembari berharap, agar suaminya itu segera datang.

Boruto melirik jam tangannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Boruto melirik jam tangannya. Tugas kelompok kuliahnya kali ini benar-benar menyita waktu, dan dia sampai lupa.

Kalau dia punya istri yang sedang hamil besar, yang pasti menunggunya di rumah.

"Gue duluan, Bro." Boruto pamit, menepuk pundak Todoroki, teman kelompoknya. Todoroki hanya menganggukkan kepala.

"Salam buat istri lo." Todoroki tersenyum, cowok berambut setengah merah setengah putih itu melambaikan tangan saat Boruto berjalan menjauh.

Boruto memasuki mobilnya dengan perasaan khawatir. Entah kenapa perasaannya tak enak. Ada yang mengganjal, tapi apa?

Boruto langsung buru-buru menginjak pedal gas kencang begitu sadar apa yang ia khawatirkan.

Sarada.

Hasil kebut-kebutan di jalanan Tokyo yang begitu dingin di bulan Januari membawa Boruto kini berdiri di depan pintu apartemennya. Pria itu langsung membuka pintu apartemennya, harap-harap cemas akan keadaan istrinya.

[END] When I Married You | BoruSara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang