Sarada menggeliatkan badannya pelan, terbangun saat suara lenguhan mengusik pendengarannya. Kedua sudut bibirnya terangkat, tersenyum tipis.
Boruto tidur di sebelahnya, malam ini.
Suaminya sakit. Tubuhnya demam dari semalam. Sarada menundukkan kepalanya, seketika merasa bersalah. Apa yang terjadi selama ia pergi?
Sarada tahu benar Boruto tidak bisa mengurus dirinya, dan justru ia meninggalkannya sendirian.
Sarada menjejakkan kakinya ke lantai, hati-hati berjalan menuju dapur untuk mengambil mangkuk, air, dan kompresan. Sarada menatap suaminya yang terbaring telentang di atas kasur berharum mawar itu.
Ternyata ini semua bukan mimpi.
Sarada melangkah hati-hati membawa mangkuk berisi air hangat, dengan handuk yang ia pegang di tangan kirinya. Perlahan ia duduk di ranjang, begitu hati-hati agar bayinya tidak terluka.
Menaruh mangkuknya di nakas, Sarada menatap wajah tampan Boruto yang kini dipenuhi peluh di pelipisnya. Perlahan ia mengusap peluh itu menggunakan handuk. Beberapa kali Boruto mengigau, malam ini. Membuat Sarada tertidur tak nyenyak.
Bahkan ini masih tengah malam.
Sarada melipat handuknya menjadi seukuran dahi Boruto, mencelupkannya pada air hangat, dan menaruhnya di atas dahi Boruto yang masih lumayan panas.
"Cepet sembuh, Bolt." Sarada berbisik pelan, takut Boruto bangun. Wanita itu kemudian berbaring di sebelah Boruto perlahan, memejamkan matanya lagi, mencoba untuk tertidur.
Sambil berkomat-kamit lagi merapal doa, semoga suaminya cepat sembuh.
"Kamu udah bangun?" Sarada berdiri di ambang pintu sambil membawa nampan berisi mangkuk bubur yang ia buat. Boruto sudah duduk di ranjang kamar Sarada, mengerjapkan matanya perlahan."Kamu nggak kuliah, Salad?" tanya Boruto, menatap Sarada yang kini duduk di sampingnya. Wanita itu menggelengkan kepala pelan.
"Yodo maksa aku buat istirahat dulu di rumah, tiga hari. Katanya udah dia izinin sama Pak Kakashi. Ya udah, deh. Bolt, kalo emang masih nggak enak badan nggak usah kuliah dulu. Tadi aku udah chat ke Shikadai, kok. Minta tolong ijinin kamu, karena dari semalem kamu sakit," jelas Sarada panjang lebar. Boruto mengangguk lemas.
Setelah kemarin Sarada memijat badannya, ia merasa lelahnya sedikit berkurang. Tapi tubuhnya tidak bisa bohong. Dia 'kan memang sudah sakit dari kemarin, hanya saja tidak ada yang mengurus.
Namun satu sisi Boruto bersyukur. Semalam ia memaksa untuk tidur satu ranjang bersama Sarada, dengan alasan bau citrus yang ia tidak suka. Boruto tersenyum tipis, memandang Sarada yang kini duduk di sebelahnya sambil membawa mangkuk berisi bubur.
Seketika rindunya terobati.
"Sekarang makan dulu, ya?" tanya Sarada sambil menyodorkan sendok berisi bubur ke depan mulut Boruto. Boruto membuka mulutnya, melahap bubur yang sudah Sarada suapkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] When I Married You | BoruSara
Ficción GeneralMenikah karena perjodohan jelas bukan impian Boruto, mengingat Boruto sudah memiliki kekasih. Sarada yang mencintai Boruto hanya bisa pasrah saat suaminya memiliki kekasih saat ia sudah memiliki istri. Apakah mereka mampu mempertahankan pernikahan m...