Sarada sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Kelas VVIP, atas permintaan Sasuke dan Naruto. Awalnya Boruto keberatan saat Sasuke mengatakan ingin membayar biaya rawat inap Sarada, namun Boruto luluh saat Sasuke berkata, "Seenggaknya biarin Papa ngelakuin sesuatu buat anak sama cucu Papa, Boruto."
Boruto duduk di sisi ranjang Sarada. Inojin yang membawa kotak makanan itu menatanya di meja, sekalian cari muka sama calon mertua. Himawari duduk di dekat Boruto sambil menatap wajah bayi yang ada di gendongan Sarada.
"Ini mah anaknya Kakak banget, enggak ada Kak Sarada-Kak Saradanya," celetuk Hima takjub melihat Haruto yang di buaian Sarada. Bayi itu terlelap setelah menyusu, lahap sekali. Safir biru yang diwarisi dari Boruto. Rambut kuning khas Namikaze. Guratan horizontal di pipinya, duh.
Hinata saja sempat ternganga, ia mengira melihat Boruto jadi bayi kembali.
"Ya enggak apa-apa, dong. Berarti 'kan itu emang anak Kakak sama Sarada, bukan anak orang lain." Boruto menyahut asal, membuat Sarada hanya menggelengkan kepala.
"Ya iya, lah. Kak Sarada mah setia, enggak kayak Kak Boruto," cibir Hima sambil mempoutkan bibirnya. Tangannya menjawil pipi merah Haruto pelan.
"Efek keseringan sama Inojin, omonganmu jadi kasar banget, ya, Him?" Boruto mendengkus kesal, menjentikkan jari kesal. Hima hanya nyengir lebar, membuat Naruto tiba-tiba berdiri di sebelah putri bungsunya itu dan mengacak rambut sang putri.
"Anak-anak Ayah cepet banget gedenya, ya? Masa sekarang Ayah udah punya cucu, mana Hima udah ketemu jodohnya lagi." Naruto mengelus helaian indigo Himawari, mendadak tersenyum haru.
Inojin yang menata makanan di meja mendadak tersedak ludahnya sendiri. Pipi Hima memerah, tersipu salah tingkah. Sarada terkekeh geli, Hinata yang duduk di sofa bersama Sakura hanya tersenyum tipis.
Time flies so fast.
"Ayah kalo ngomong suka sembarangan, ah! Hima baru masuk kuliah, tau." Himawari mengerucutkan bibirnya, menutupi salah tingkah. Inojin yang berdiri membelakangi mereka pura-pura tidak mendengar.
"Kakak sama Kak Sarada 'kan nikah juga pas kuliah, Him." Naruto masih melanjutkan ucapannya, menggoda putri bungsunya yang makin memerah manja.
"T-tapi 'kan beda, Yah!" sanggah Himawari memalingkan muka, membuat Naruto tertawa geli.
"Siap, enggak, Jin? Om udah kasih restu, loh." Naruto ganti memandang pria pucat berambut pirang yang kini menoleh menatap dirinya sambil gelagapan, bingung mau menjawab pertanyaan Naruto seperti apa.
"E-eh, gimana, Om?"
"Siap nikahin Hima taun depan, enggak?" lontar Naruto santai tanpa beban, membuat pipi Himawari bersemu kemerahan.
Inojin menelan ludahnya, urat darahnya melebar, menimbulkan efek kemerahan di pipi. Jantungnya berdegup kencang, memandang Himawari yang berdiri di sebelah sang ayah.
"Eh, maksud Om?"
"Kalo kamu mau ngelamar Himawari, sudah Om restui dari sekarang." Naruto tersenyum santai, menciptakan smirk di wajah tannya yang membuat Inojin kelimpungan, kehilangan kata-kata dalam sesaat.
"E-eh, makasih, Om."
Dan jawaban Inojin, sontak membuat senyum Himawari terkembang lebar setelah mendengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] When I Married You | BoruSara
General FictionMenikah karena perjodohan jelas bukan impian Boruto, mengingat Boruto sudah memiliki kekasih. Sarada yang mencintai Boruto hanya bisa pasrah saat suaminya memiliki kekasih saat ia sudah memiliki istri. Apakah mereka mampu mempertahankan pernikahan m...