Sudah beberapa hari berlalu, ini sudah akhir November. Sarada tersenyum hangat sambil meminum susu ibu hamilnya. Akhir-akhir ini ia memang sering kelelahan. Padahal ia hanya melakukan hal yang biasa ia lakukan. Tapi tetap saja, rasa lelah itu menghantuinya terus-menerus.
Kehamilannya sudah masuk minggu ke sembilan, bulan ke tiga. Ia sudah tidak mengalami morning sickness. Paling-paling ngidam saja.
Mood swing, payudara yang terkadang nyeri, rambut yang kadang rontok. Efek kelebihan estrogen pada ibu hamil memang biasa terjadi. Sarada memaklumi itu, lagi pula itu wajar, bukan? Efek hormon estrogen yang tinggi membuat kulit Sarada tampak lebih cerah dan bercahaya, membuat senyum Sarada sering terkembang lebar.
Walau tak dapat dipungkiri, Sarada tetap sering sakit. Dan itu membuat Boruto khawatir.
"Kamu belum mau tidur, Salad?" tanya Boruto, duduk menyebelahi Sarada. Sarada menggelengkan kepalanya pelan.
"Aku belum ngantuk, kok. Kalo kamu mau tidur duluan, tidur duluan aja." Sarada menjawab, masih dengan senyum yang terkembang lebar. Hormon estrogen berlebih memang membuat emosinya sering naik-turun.
Namun Boruto bersyukur, sifat Sarada yang dari awal memang bisa mengontrol emosi membuat emosi itu tidak terlalu tampak.
"Sar, kita mau ngabarin orangtua kapan?" Boruto bertanya hati-hati. Ingat, 'kan? Perasaan Sarada yang sering berubah-ubah membuat Boruto harus berhati-hati menyusun kata-kata.
Sarada menepuk dahinya geli. "Oh, iya. Kok aku bisa lupa, sih?"
Sudah jalan satu setengah minggu dari Sarada dinyatakan hamil. Dan Sarada bahkan lupa mengabari orangtuanya sendiri karena sering kelelahan.
Tentu, Sarada tidak memberitahu Boruto. Ia tidak ingin Boruto khawatir.
"Kalo besok Minggu gimana, Bolt? Aku chat Mama aja biar ke rumah Namikaze?" tanya Sarada meminta pendapat. Boruto menganggukkan kepala setuju.
"Iya, gitu aja. Abis minum susu tidur, ya, Sar? Udah malem." Boruto menunjuk jam dinding yang jarumnya sudah menunjuk ke arah angka sepuluh. Sarada menganggukkan kepala menurut.
"Iya, tenang aja. Aku bentar lagi tidur, kok."
Berdiri di dapur, kepala Sarada mulai pusing. Detak jantungnya mulai tak beraturan, Sarada bahkan bisa merasakannya sendiri. Tapi ia berusaha menghalau perasaan anehnya.Ia tidak apa-apa.
Sarada yakin Sarada tidak apa-apa.
"Mau aku bantu, Salad?" Boruto menatap Sarada yang melamun sambil memegangi dadanya. Lagi-lagi, dadanya terasa nyeri.
Seperti tertusuk? Tersengat? Sarada tidak mampu mendeskripsikannya.
"Sar? Sarada?" Boruto menepuk-nepuk bahu istrinya pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] When I Married You | BoruSara
General FictionMenikah karena perjodohan jelas bukan impian Boruto, mengingat Boruto sudah memiliki kekasih. Sarada yang mencintai Boruto hanya bisa pasrah saat suaminya memiliki kekasih saat ia sudah memiliki istri. Apakah mereka mampu mempertahankan pernikahan m...