bab 9

754 86 16
                                    

.

Dimasa lalu, dia pasti akan tertawa mencibir mendengar seojun ingin membunuh seseorang. Tetapi sekarang, bahkan jika seojun berkata ingin mencabut nyawanya, dia tidak akan memiliki alasan untuk tidak percaya.

Matahari telah naik ke titik tertingginya saat orang-orang seojun datang, mereka langsung bergerak maju tanpa harus menunggu perintah, mengambil posisi mengurung. Satu saja perintah keluar dari mulut seojun, mereka siap membunuh siapapun yang menjadi musuh.

Melihat tubuh temannya yang menjadi mayat tanpa bisa mengeluarkan suara, wajahnya seketika memucat. Pikirannya menimbang apa yang mesti dia lakukan. Melihat ke depan, selain kalah dalam jumlah, dia juga telah melihat bagaimana seojun menjadi begitu kejam saat bertarung. Mau tidak mau nyalinya menciut juga.

Seojun memutar belati ditangannya dengan ringan, "bagaimana, masih ingin melanjutkan atau menyerah. Aku memberimu penawaran sekali."

Seseorang boleh menjadi serakah dan menepuk dada saat berada diatas angin, tapi situasinya telah berbalik, posisinya tidak sedang berada dalam posisi untuk melakukan tawar menawar. Maka setelah memikirkannya beberapa saat, dia menjatuhkan belati ditangannya, kedua lututnya jatuh ditanah memohon pengampunan.

Seojun memang dikenal kejam oleh mereka yang telah pernah berhadapan secara langsung, namun untuk membunuh lawan yang mengangkat tangan menerima kekalahan, dia bukan orang yang picik.

Dia segera memerintahkan, "urus dia."

Kemudian membalik meninggalkan gelandang.

Suho yang sempat tercekat akhirnya kembali ke alam sadarnya saat seojun datang, matanya menatap tak berkedip saat seojun dengan sangat patuh menundukkan kepalanya penuh hormat. Meminta maaf atas kecerobohannya, "maafkan keterlambatan saya, sehingga menyebabkan tuan muda berada dalam situasi tidak menyenangkan seperti ini."

Tidak menyenangkan?

Dia baru saja keluar dari situasi yang sangat berbahaya namun berbicara begitu tenang seolah apa yang terjadi barusan bukan sesuatu yang serius.

Karena Suho diam saja, seojun akhirnya mendongak. Keduanya berbagi pandangan untuk beberapa saat, manik mata sepekat malam itu terlihat setenang permukaan air yang menggenang. Sama sekali tidak memperlihatkan emosi yang berarti, Suho benar-benar ingin bertanya, apakah orang yang berada di depannya benar seojun adanya atau orang lain dengan wajah yang sama.

Seojun yang dia kenal adalah seojun yang ceroboh, banyak bicara, dan menyebalkan setiap waktu. Namun orang yang berdiri di depannya seperti patung dewa yang kokoh, Phoenix di pegunungan.

Ada berapa banyak kemarahan di hatinya saat ini, semua keinginan untuk memaki hilang begitu saja seperti ditelan bumi di kejauhan saat matanya menangkap seulas senyum di wajah seojun.

"Ijinkan saya memapah tuan muda, kita harus segera pergi ke rumah sakit untuk mengobati luka-luka ini." Tunjuk seojun mengernyit melihat luka ditubuh keponakannya.

Tanpa menunggu ijin, dia mendekat, menyelipkan tangannya di pinggang Suho, sedang tangan Suho ditarik melingkari bahunya. Sedikit kasar sehingga tubuh keduanya beradu satu sama lain. Posisi mereka menjadi begitu dekat, sangat dekat sampai Suho berpikir bisa menghitung setiap helai bulu mata milik seojun.

Aroma lembut dari parfum yang menguar dibawah anyirnya darah menusuk indera penciumannya, merembes perlahan sampai ke jantung.

"Apa sesakit itu? Aku bisa menggendongmu jika kau tidak kuat berjalan." Goda seojun membuat Suho memalingkan wajahnya ketempat lain.

Perlahan ketegangan yang dirasakan Suho memudar, digantikan perasaan geli seolah digelitik oleh kalimat menggoda yang seojun tunjukkan.

Dia benar-benar ingin tau, apakah dia masih bisa mengatakan kalimat godaan seperti itu jika dia tau bagaimana dirinya memikirkan seojun selama ini.

Han Seojun  (Suho X Seojun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang