.
Nyaring suara alarm memecah kesunyian pagi itu. Membuat seseorang yang tengah tertidur di ranjangnya mengulurkan tangan untuk mematikannya.
Seojun mengerjapkan matanya dua kali, menatap langit-langit kamarnya beberapa saat, tercenung ketika otaknya tidak dapat memproses apapun.
Sembari memegangi kepalanya yang sakit seolah batu besar di tempatkan di atas kepalanya, dia mengeluh, "sial, kepalaku rasanya akan pecah."
Cukup lama baginya pulih dengan keadaan. Setelah mencoba kesekian kalinya, dia akhirnya ingat apa yang terjadi semalam. Karena suatu alasan dia yang baru saja pulang memutar langkahnya kembali dan menemukan pub terdekat, menenggelamkan diri sepenuhnya dalam lautan alkohol.
Dia bukan tipe orang yang akan melarikan diri pada alkohol jenis apapun ketika ada masalah, karena meskipun anggur itu harum dan lembut, serta bukan jenis yang menyengat. Namun tenggorokannya yang terbiasa dia gunakan untuk menelan susu stroberi dengan rasa manis dan lembut akhirnya terbakar saat itu turun. Terbakar dari matanya sampai ke dasar hati, seolah membakar bagian terdalam dari perasaannya yang seringkali dibuat terluka.
Dia benar-benar tidak suka rasanya tetapi dia mengerti mengapa orang-orang itu menyukainya.
Terakhir kali dia minum adalah saat dia berselisih dengan Suho dan menjauh, tepat saat dia terombang-ambing oleh perasaannya kala itu. Tetapi tidak sampai mabuk hingga sekarat seperti semalam.
Dia bahkan tidak ingat bagaimana dia pulang.
Saat itu terdengar ketukan di pintu kamarnya. Sosok sahabatnya terlihat begitu pintu terbuka.
Hanbin masuk ke dalam kamar dengan wajah setengah mengantuk, meskipun sama-sama kacau tapi itu tidak lebih buruk dari si pemilik kamar.
"Kau sudah bangun? Aku menelponmu berkali-kali tapi kau tidak menjawabnya, itu sebabnya aku datang." Hanbin menutup pintu di belakangnya dan berjalan mendekat, mengangkat kantung bawaannya, "aku membawa obat pereda pengar, minumlah dulu lalu mandi. Hari ini aku yang akan menyetir."
Lalu mendekati orang yang masih berbaring tanpa niat untuk bangun. Meletakkannya diatas nakas di samping tempat tidur.
Seojun menggeliat sebentar sembari menekan keningnya yang masih menyisakan beberapa sakit kepala. Menatap ke arah hanbin yang melihat padanya dengan pandangan khawatir. Menyadari bahwa sebenarnya dia benar-benar tidak memiliki siapapun untuk diajak bicara.
Melihat temannya disini dengan kantung obat sudah menjawab bagaimana dia pulang semalam tanpa harus repot-repot bertanya.
Seojun tiba-tiba bangkit dan memeluk hanbin dengan erat.
"Apa yang kau lakukan, bajuku akan kusut kalau kau memelukku seperti ini." Ujar hanbin dengan nada ringan.
Seojun tau dia hanya sekedar menggoda, alih-alih mendorongnya menjauh, hanbin justru membalas pelukannya dan menepuk pundak sahabatnya itu dengan lembut.
"Tidak apa-apa, semuanya akan baik-baik saja. Kau tidak sendirian, meskipun aku tidak sebaik dirimu tapi aku tidak bisa disebut buruk juga bukan?"
Di hadapan orang lain seojun masihlah pribadi yang sama. Tenang seolah tak ada satupun hal yang mampu menggoyahkannya, juga dingin seperti bongkahan es. Tapi begitu dia hanya berdua dengan sahabatnya, yang telah menjalani separuh kehidupan ini bersama. Dia menjadi dirinya sendiri tanpa harus berusaha menutup-nutupi.
Sosok yang rapuh yang selalu berharap akan ada hari dimana ayahnya merentangkan tangan menunggu pelukannya. Atau sekedar menepuk kepalanya mengatakan 'semua baik-baik saja'.
KAMU SEDANG MEMBACA
Han Seojun (Suho X Seojun)
General FictionSeojun ditugaskan untuk melindungi Suho, dia tidak pernah berpikir bahwa kedekatan antara dirinya dengan anak itu justru membawanya pada romantisme yang rumit. Alih-alih melindungi sebagai tugas yang dibawanya sejak awal, seojun justru dihadapkan pa...