.
Tepuk tangan meriah datang dari semua orang di meja ketika pidato singkat dari pimpinan kelompok selesai. Semua orang tampak puas dengan keberhasilan hari ini, pekerjaan yang mereka kerjakan selama beberapa bulan akhirnya mendapat hasil yang maksimal. Semua orang memiliki kebanggaannya tersendiri.
Seluruh meja penuh dengan makanan, menutupi seluruh meja hingga tidak ada tempat kosong. Joongi menunjukkan tawa lebar sejak awal, jenis tertawa yang sulit dilihat. Walau bagaimanapun semua orang tampaknya terpesona dengan wajah tampan ini, ketika dia tertawa para wanita menunduk malu-malu dengan wajah merona.
Kecuali satu orang yang sejak mereka sampai hanya diam menatap cangkir porselen di tangannya seolah-olah itu benda paling berharga di dunia. Hal ini tidak luput dari perhatian joongi.
Setelah mempersilahkan semua orang untuk makan, joongi kembali mendaratkan pantatnya di kursi. Jas mahalnya tersampir di sandaran kursi dengan elegan.
Joongi melihat adiknya itu untuk beberapa saat. Dia bukan orang yang usil, dia tidak suka ikut campur urusan orang lain terutama kehidupan pribadi seseorang. Tapi kali ini dia benar-benar tidak bisa mengabaikannya lagi.
Dia mengangkat gelas anggur di tangannya, mengguncangnya sebentar dengan sangat pelan lalu menyesapnya dengan keanggunan seorang pemimpin.
"Kau tidak suka makanannya?" Joongi bertanya, dia menunggu sesaat tapi tetap tak ada jawaban. Dia akhirnya menolehkan kepalanya, mengerutkan kening ke arah pemuda yang tampaknya berada jauh di dunianya sendiri.
Dengan 'denting' dia mengetuk pelan mulut cangkir ditangan Suho. Itu sangat pelan sehingga tidak sampai menarik perhatian orang lain kecuali si pemilik cangkir sendiri.
Suho mendongak, dia menemukan tatapan kakaknya yang menatap lurus padanya dengan tatapan bertanya.
"Mau merokok?" Suho menaikkan alis mendengar pertanyaan ini. Dia yakin joongi tau bahwa dia bukan orang yang suka merokok.
Joongi menoleh ke semua orang, berkata, "aku akan keluar sebentar, jika kalian sudah selesai makan, yang ingin pulang boleh langsung pulang dan yang ingin tinggal boleh tinggal. Sekali lagi terimakasih atas kerja keras semua orang."
Semua orang membalas ucapan terimakasihnya dengan membungkuk sopan. Joongi tersenyum sebentar dan menyerahkan kartu miliknya kepada sekretarisnya untuk membayar semua tagihan. Setelahnya dia meraih jasnya dan melenggang keluar.
Sebatang rokok menyala terselip diantara bibirnya saat ia menunggu. Dia menghisap rokoknya kuat-kuat lalu menghembuskan kepulan asap dari mulutnya hingga tersebar di udara. Sebelum asap benar-benar menghilang, Suho telah berada tepat di hadapannya.
"Naiklah," perintah joongi, menjatuhkan rokoknya yang masih panjang ke tanah, menginjaknya dengan ujung sepatunya sampai padam.
Dia kemudian berjalan ke pintu kemudi, masuk dan duduk dibelakang kemudi. Melihat Suho tidak bergerak, dia menjadi tidak sabar.
Dia berteriak, "naik atau tidak, cepatlah sedikit."
Meskipun suho tidak tau kemana joongi akan membawanya, untuk beberapa alasan dia masih mengangkat kakinya dengan ringan menuju kursi penumpang di samping joongi. Duduk dengan tenang setelah memasang sabuk pengaman, dan perlahan mobil melaju dengan kecepatan sedang.
Melewati jalanan di malam hari, cahaya lampu jalan mengalir seperti arus sungai yang bergerak berlawanan arah. Suho menyandarkan kepalanya pada jendela mobil, melihat pada bangunan dalam segala bentuk. Besar kecil saling berdampingan, beberapa orang baru turun dari kendaraannya sementara yang lain telah kembali. Beberapa orang datang sendiri dengan ekspresi bosan sementara yang lain berkelompok dengan tawa girang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Han Seojun (Suho X Seojun)
General FictionSeojun ditugaskan untuk melindungi Suho, dia tidak pernah berpikir bahwa kedekatan antara dirinya dengan anak itu justru membawanya pada romantisme yang rumit. Alih-alih melindungi sebagai tugas yang dibawanya sejak awal, seojun justru dihadapkan pa...