bab 38

423 35 9
                                    

.

Tuan Yoon baru kembali ke rumah setelah membereskan masalah yang dibuat Suho. Pintu rumah tidak di kunci namun putranya tetap berada di depan rumah dengan kepala tertunduk. Ada penyesalan di wajahnya yang muram.

Merasakan kehadiran seseorang, Suho mengangkat kepalanya perlahan. Tuan Yoon tidak mengatakan apapun dan hanya melihatnya sekilas sebelum berjalan melewatinya seperti orang asing. Suho terdiam, tidak dapat menemukan apapun untuk di katakan.

Dia mengerti kemarahan pihak lain, dia menyadari kesalahannya sendiri. Dan diamnya tuan Yoon adalah jelas bahwa "jangan berpikir untuk masuk dan terus renungkan kesalahanmu".

Suho tidak tahan untuk tidak memanggil, "ayah..."

Tuan Yoon berhenti hanya dua langkah di depannya, tetapi tidak mengatakan apa-apa, juga tidak berbalik. Dia hanya berdiam diri seolah menunggu kata apa yang hendak dikatakan putranya.

Suho secara naluriah ingin membantah, ingin mengatakan bahwa dia tidak merasa telah melakukan kesalahan pada sikapnya hari ini. Namun ketika semua kata-kata itu datang ke bibirnya, seolah telah melewatkan kesempatannya. Semua kata-kata itu hanya tertahan dan dipaksa di telan kembali ke dalam perutnya.

Dalam keragu-raguannya, dia hanya bisa melihat ayahnya saat dia dengan ringan melanjutkan langkahnya. Suho terpaku di tempat untuk waktu yang lama, menatap kepada pintu yang seakan menjadi pemisah sejauh ribuan kilometer antara ayah dan anak.

Tuan Yoon tidak tau bagaimana harus bersikap dalam situasi ini. Ada kebanggaan tersendiri ketika menyaksikan putra yang di besarkannya sejak kecil telah mencapai usia dewasa, tidak hanya fisik namun juga karakter. Meskipun dia terlihat seperti tidak memiliki ambisi dalam hidupnya, tetapi ketika dia mengerjakan sesuatu, dia sangat fokus dan bersungguh-sungguh dalam prosesnya. Dia senang putranya telah tumbuh dewasa. Tidak hanya berani, tetapi juga konsisten.

Tiba-tiba dia tidak ingin terlalu khawatir. Ingin menjangkau dan memeluknya tapi sayangnya, dia bahkan tidak bisa melihat ke dalam matanya. Kasihan dan keprihatinan tuan Yoon yang tak terkatakan berbaur satu sama lain. Dia hanya berharap bisa kembali ke hari itu dan menampar mulutnya.

"Seharusnya aku memintamu untuk sedikit lebih percaya kepada ayahmu, bukannya anak itu."

Tuan Yoon menghela nafas dalam. Tidak sekalipun dia berpikir bahwa satu kalimatnya saat itu, telah mendorong putranya ke sisi ini dan sebelum dia sempat memperbaikinya. Segalanya telah menjadi tidak terkendali.

Suho melemparkan bajunya ke keranjang cucian, lalu berjalan ke tempat tidur dan menjatuhkan dirinya di atas kasur. Cahaya yang menggantung di langit-langit ruangan sangat terang hingga membuatnya pusing.

Dia terdiam untuk waktu yang lama. Tak ada apapun yang dapat dikatakan, meskipun ada banyak keluhan di hatinya namun di situasi ini, dia tidak merasa memiliki hak untuk berbicara.

Dia berbalik, memiringkan tubuhnya dan menatap jauh ke luar jendela. Udara sangat panas di luar namun di dalam ruangan ini terlalu dingin, jenis dingin yang membekukan dari dalam.

Setelah berdiam diri untuk waktu yang lama, Suho bangkit dari tidurnya dan pergi ke kamar mandi. Tidak memerlukan banyak waktu, dia sudah keluar dan dengan cepat mengambil kunci mobilnya dan pergi. Dia bahkan tidak sempat memasang jaketnya dengan benar dan hanya menentengnya, lalu melemparkannya dengan acuh ke kursi penumpang.

Dia sangat lelah hari ini, dia tidak memiliki cukup energi untuk pergi ke kelas. Sekalipun di paksakan, dia mungkin hanya akan mengantarkan diri untuk tidur sepanjang waktu.

Suho mengemudi tanpa tujuan selama beberapa jam, dia tidak yakin kemana tujuannya dan saat sadar, dia sudah berada di pinggiran kota.

Mobil yang di kendarainya berhenti di pinggir jalan. Ini adalah jalan masuk ke desa, dia tidak yakin untuk alasan apa dia kesini. Yang pasti dia membutuhkan ketenangan, baik mental maupun fisiknya benar-benar lelah dan dipatahkan.

Han Seojun  (Suho X Seojun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang