bab 40

679 38 10
                                    

.

"Seojun, telpon."

Bukan hanya orang yang memanggilnya. Semua orang juga melirik kearahnya karena mereka sekarang berada di perpustakaan, dan mereka seharusnya tidak bersuara. Namun keheningan perpustakaan diganggu oleh suara telpon miliknya yang terus berdering sementara pemilik telpon terlihat linglung seolah tidak menyadarinya sama sekali.

Hanbin bahkan harus mengikutinya untuk mengembalikan kesadarannya.

Seojun menggeledah tas punggungnya untuk mengambil ponselnya. Tetapi saat dia mengambil dari tas, bukannya menjawab panggilan, sebaliknya dia menggeser ikon merah dan menutup panggilan. Telpon terputus.

Dia mendesah saat dia berdiri dan memberitahu hanbin, "aku akan keluar untuk menelpon."

"Baiklah, tapi apa kau baik-baik saja?"

Hanbin yang tidak bisa lagi menyembunyikan kekhawatirannya bertanya.

Tidak seperti biasanya, seojun terlihat seperti orang yang tidak tidur nyenyak bahkan beberapa kali dia mendapati tatapannya kosong. Hanbin berpikir ada sesuatu yang salah dengannya tetapi dia tidak mau membicarakannya dengan orang lain.

Hanbin masih akan bertanya ada apa, tetapi sebelum kalimat itu sendiri keluar, seojun sudah berjalan pergi. Hanbin menghela nafas, melihat punggung temannya menjauh.

Dia tidak suka melihatnya.

Mereka sudah duduk disini sejak pukul tiga dan sekarang sudah pukul lima. Setumpuk buku referensi tergeletak di tengah meja.

Seojun memang sibuk belakangan ini, ditambah dengan kejadian di rumah sakit dia dengan sengaja semakin menyibukkan diri. Untuk mencegah dirinya dari memikirkan kejadian tiga hari yang lalu.

Namun, tiga hari itu terasa seperti tiga bulan yang panjang dan tidak ada akhirnya.

Tuan Han telah mengembalikan ponselnya kembali tetapi tidak seperti harapannya. Dia merasa kosong sepanjang waktu. Dia berpesan pada Suho untuk menghubunginya tetapi setiap kali telponnya berdering, dia hanya melihatnya sampai panggilan terputus. Sengaja mengabaikannya.

Saat itu seojun mendengar semuanya. Segalanya yang tidak dia ketahui. Bagaimana selama ini dia telah salah memahami sikap ayahnya.

"Biarkan mereka bersama," dengan tulus tuan Han meminta kepada tuan Lee, namun pihak lain tidak menanggapi. Tidak ada persetujuan ataupun penolakan.

Mengapa ayahnya yang harus memohon sementara keseluruhan cerita yang rumit ini di mulai darinya, dan dialah akar permasalahannya.

Dia bertanya-tanya, harus seberapa banyak yang diberikan ayahnya untuk tuan Lee hanya karena sebuah balas Budi. Dari waktu hingga keluarga, apakah itu tidak cukup ?

"Brengsek," terdengar suara tulang retak ketika seojun meninju dinding yang keras.

Semua kemarahan yang bertumpuk selama dua puluh tahun terakhir, saat ini semuanya terakumulasi di satu tempat.

Buku-buku jarinya yang mengepal erat memucat, kemudian ada memar di sana ketika itu diangkat. Sebersit darah meresap keluar dan menetes dari ujung-ujung jarinya.

Sakit ini bahkan tidak bisa dibandingkan dengan sejumlah sakit yang telah dipaksakan padanya sejak kecil.

Seperti gunung berapi, dia siap meledak kapan saja.

Meskipun dia terus menerus mengatakan baik-baik saja. Sulit untuk menutupi penampilannya yang lesu untuk tidak diperhatikan oleh temannya.

Seojun mencoba menghentikan dirinya dari memikirkannya. Namun dia sering mendapati dirinya secara tidak sadar berbalik untuk mengintip ke pintu kamar di lantai bawah.

Han Seojun  (Suho X Seojun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang