bab 11

710 87 18
                                    

.

Dia adalah Han seojun, anak yang dibesarkan dengan keras oleh ayahnya sendiri. Anak yang ditinggal mati ibunya diusia belia, hingga kini semua kenangan perlahan kabur seperti kepulan asap yang membumbung di udara kemudian hilang dalam sekali tiupan angin.

Ada berapa banyak anak yang sanggup seperti dirinya, diharuskan untuk berlatih fisik dan mental, dipaksa belajar lebih keras sejak kanak-kanak. Dia yang tidak memiliki seseorang untuk mengurus menjadikannya anak yang mandiri. Setiap kali melakukan kesalahan setiap kali dia mendapatkan hukuman.

Tidak peduli serapuh apa tulang mudanya, dia masih dipaksa berdiri di atas meja ketika dia bersikap ceroboh dan tidak menurut seakan hubungan ayah dan anak yang terjalin tidak terikat oleh hubungan darah.

Ketika anak seusianya bermain dengan sikap manja, dia sudah harus berada di ruang latihan, memaksakan kepalanya untuk memahami apa yang terdengar baru setiap hari. Berbagai macam latihan di sodorkan ke depan wajahnya untuk dia makan, tidak ada kasur empuk yang membuatnya bisa tidur lelap, selain rasa sakit di sekujur tubuh hingga setiap tulang seakan bengkok kemudian patah.

Meskipun harus terseok dan tertatih, tuan Han tak pernah bermurah hati sampai dia merasa kesalahan apa yang dia perbuat sampai harus menanggung beban seberat ini dipundaknya sejak dini. Dalam kepedihannya, saat dia merasa tidak memiliki cukup kekuatan untuk bertahan, satu-satunya hal yang ingin dia lakukan adalah menangis namun pada akhirnya dia harus mengangkat wajah ke langit agar apa yang yang bernama air mata tak sampai jatuh, tidak untuk menunjukkan betapa lemahnya dia.

Seperti mimpi buruk yang berulang, seojun kembali diseret ke ruangan dimana hanya kesunyian yang terasa, udara dingin menembus kulit hingga ke tulang, membekukan tubuh yang sesaat lagi harus diberikan penghukuman untuk kecerobohannya.

Di depannya berdiri dua tiang besi dengan pipa panjang sebagai penghubung, tanpa harus menunggu perintah seojun melewatkan pakaiannya untuk berdiri dengan tangan terangkat, disangga pada tiang-tiang yang menjadi saksi bisu bagaimana penghukuman atas dirinya berlangsung sejak bertahun-tahun lalu.

Saat itu tuan Han datang dengan ujung lengan terlipat, mengambil satu tongkat sepanjang tidak lebih dari satu meter, itu bergerak lemah saat diangkat, sekilas ini terlihat seperti bambu namun sebenarnya adalah akar yang dihaluskan. Dengan sedikit kekuatan ketika akar diayunkan pada tubuh seseorang sudah cukup untuk membuatnya terpelintir dengan rasa sakit tak tertahankan, tapi seojun mengepalkan tangannya erat pada batang besi yang melintang, menyalurkan setiap rasa sakit yang kini datang secara bertubi-tubi pada punggungnya. Satu, dua akan lebih banyak luka yang dia dapat setelahnya. Darah kembali merembes dari luka yang belum mengering, ditambah akar yang menggempur tidak lagi dapat dibedakan mana darah luka tusuk dan mana darah luka yang hasil cambuk.

"Kukatakan sejak awal untuk melindungi tuan muda, membawanya dengan selamat sampai ke rumah tapi kau terlalu ceroboh sehingga kejadian seperti ini terjadi. Apa yang akan kau katakan?" Tuan Han berbicara dengan suaranya yang berat, melihat pada putranya yang masih berdiri Sekokoh gunung.

"Aku bersalah, pantas dihukum berat." Ucap seojun memaksakan suaranya untuk tidak bergetar.

Tuan Han, "Kau tau seberapa pentingnya tuan muda, jika kau tidak bisa melindunginya saat ini bagaimana kau akan melindunginya dimasa depan?"

Seojun, "...."

"Obati lukamu, jadikan ini sebagai pelajaran, dan jangan mengulanginya lagi." Akar ditangannya terlempar, lalu berbalik pergi meninggalkan seojun yang masih berdiri dengan tangan mencengkeram.

Bahkan jika dia bisa memindahkan gunung atau mengosongkan lautan, dia masih seorang anak yang ingin diperhatikan, dia tidak marah untuk dihukum pada kesalahan yang dia akui sebagai kecerobohannya. Namun untuk seorang anak yang hanya memiliki satu orang ayah sepanjang hidup, mendengar ayahnya hanya tau caranya menekan diatas pundaknya berbagai macam tugas, adalah benar jika dia merasa hatinya terluka. Itu tidak benar jika dia lemah, dia sudah di didik sejauh ini menangisi hal sepele akan membuatnya terlihat sangat kekanakan. Namun bisakah setidaknya dia mendengar ayahnya bertanya bagaimana luka di punggungnya, bahkan jika itu luka yang tidak bisa disembuhkan, itu akan lebih baik daripada seribu obat.

Han Seojun  (Suho X Seojun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang