bab 16

541 59 16
                                    

.

Dua orang, di bawah temaram lampu jalanan berjalan bersama dalam diam. Yang satu berjalan di depan dengan wajah sedikit linglung, sementara satu lainnya mengikuti sejarak tiga langkah dibelakang.

Tanpa mengucapkan sepatah katapun, dia hanya berjalan dengan patuh mengikuti orang yang entah sudah keberapa kalinya menghela nafas hari ini. Memberi waktu pada orang di depannya untuk menenangkan diri.

Jika seseorang kebetulan lewat di depan mereka dan melihat bagaimana mata sepekat malam itu menatap tak berkesip pada orang di depannya, sejenak akan merasakan kebingungan dengan sedikit kecurigaan.

Dua orang yang sibuk dengan pikirannya masing-masing, berjalan dalam keheningan. Langkah mereka tidak terlalu cepat namun juga tidak terlalu lambat, hanya berjalan dalam kecepatan tidak pasti seperti hati mereka yang berlarian kalang kabut ditengah kekacauan.

Tatapannya sangat lembut hampir seperti dia berada dalam ilusi, meski begitu ada ketegangan dalam ekspresinya yang tenang.

Berjalan berdampingan seperti ini, sudah berapa lama waktu yang terlewat sejak terakhir kali mereka berbagi ranjang yang sama. Saling memeluk mencari ketenangan, melepaskan kerinduan yang sengaja di sembunyikan.

Pada saat itu, hati Suho seolah menumbuhkan sekuntum bunga yang bermekaran. Mekar dengan kekuatan penuh selama sepertiga malam hingga bulan jatuh dan perlahan lenyap di lahap sang fajar.

Tangannya terangkat mencoba meraih dan meletakkannya di pundak seojun, tetapi kilasan kejadian yang ia lihat sebelumnya menabrak kembali otaknya dengan kecepatan tak terkendali. Membuat kepalanya diserang oleh rasa pening secara tiba-tiba. Udara di sekitar seolah menipis, menyisakan sesak di dadanya karena udara tak sampai ke paru-paru.

Simpul di hatinya kembali mengerat hingga rasanya mencekik, sangat menyakitkan seakan-akan setiap bagian hatinya baru saja disayat oleh pisau tajam.

Suho menarik kembali tangannya, wajahnya perlahan memucat ketika ingatan tentang apa yang terjadi pada seojun melintas. Ada kilatan kebencian di matanya. Seperti api yang berpijar terbawa angin, semakin lama kobarannya semakin nyalang. Siap menghanguskan apa saja benda di sekitarnya.

Hantu yang tidak terhitung jumlahnya muncul seketika, membawa kebencian yang berkarat mengurat. Seolah-olah ribuan pasukan memukul drum di tengah pertempuran antara hidup dan mati. Iblis dan hantu saling menggigit, berebut untuk meminum darah dari jantungnya. Terpisah dengan jarak ribuan mil, di ujung kebencian berkarat ada Han seojun yang tersenyum penuh ketulusan.

'tap' seojun menghentikan langkahnya secara tiba-tiba membuat Suho yang sedikit linglung oleh pikirannya terkejut. Cepat-cepat menarik kakinya mundur.

Dilihatnya seojun menghela nafas panjang sebelum berbalik. Menampilkan sosok seojun yang biasanya, bukan lagi seojun yang menangis dalam kekalutan beberapa waktu yang lalu. Yang terduduk seperti bagian dari dirinya direnggut tanpa ijin.

Sejujurnya ini bukan pertama kalinya dia menangis. Hanya saja untuk dilihat orang lain rasanya sangat memalukan. Dia bukan orang yang akan menunjukkan kelemahannya di  depan orang lain, melihat Suho dia tidak berpikir Suho akan menggunakan ini sebagai senjata untuk menggodanya di masa depan. Tidak sepertinya yang akan selalu menggunakan sekecil apapun pengetahuannya untuk menggoda keponakannya dengan tanpa hati. Lalu tertawa sampai puas.

Tatapan seojun bertemu pandang dengan mata Suho. Ada perasaan aneh saat dia mengamati bagaimana mata itu memandang.

Pada tahun-tahun mereka tinggal bersama, untuk menekan pikiran kotornya Suho telah berlatih sangat keras tentang menahan diri hingga tingkat dimana tak satupun akan menyadari bagaimana pikirannya bergerak liar.

Han Seojun  (Suho X Seojun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang