bab 19

464 57 10
                                    

.

Jika itu terjadi sepuluh atau lima belas tahun yang lalu, seperti anak pohon muda yang lemah, dia akan mudah oleng kesana kemari mengikuti arus dari arah mana angin datang. Namun sekali ini, seojun bukan lagi anak ingusan yang hanya tau caranya merengek di kaki ayahnya ketika dimarahi, atau menyembunyikan diri dibalik ekor baju ibunya.

Seojun yang sekarang adalah anak yang dibesarkan dengan keras seperti anjing yang siap dilepaskan untuk menggigit tangan siapa saja yang mengganggu, apakah itu kuat atau lemah, dia dilatih untuk meluruskan punggung seperti papan.

Kabar tentang tuan Lee yang jatuh pingsan dengan cepat menarik perhatian semua orang, baik itu pelayan maupun penjaga semua orang tampaknya berada dalam kondisi yang panik. Dokter datang dengan segera begitupun dengan nyonya Lee.

Seojun tidak mau membuang kesempatan begitu saja. Malam itu juga dia bergerak seorang diri dibawah kegelapan, tubuhnya menyerupai bayang-bayang samar yang melompat dari satu tembok ke tembok lain. Mengindari penjagaan yang ketat, tapi seojun bukan anak kemarin sore yang masih harus menghitung setiap langkah yang ingin diambil. Dia adalah Han seojun yang masa kecilnya tidak pernah seharipun tidak memegang belati untuk bermain.

Setalah berkeliling cukup lama, apa yang terjadi selanjutnya adalah dia mendapat undangan masuk oleh seorang lelaki tua yang lebih pantas dipanggil kakek.

Begitu memasuki ruangan, tanpa mengesampingkan kehati-hatian, seojun berjalan dengan langkah pasti. Tangan menekan gagang belati dibalik bajunya, siap merobek daging siapa saja yang bermaksud menyerang. Tetapi dugaannya tidak tepat pada sasaran, karena selain tempat itu kosong. Hanya terdapat satu meja setinggi dua kaki dengan tiga batang dupa yang masing-masing ujungnya terbakar, asap tipis membubung di udara kemudian lenyap tanpa jejak.

Diatasnya, menggantung pada dinding, sebuah potret seorang wanita dengan senyum lebar menatap padanya seolah menyambut kehadirannya. Di satu sisi lelaki tua yang berjalan dengan terbungkuk-bungkuk mengambil kursi kayu, duduk dengan hati-hati dibantu seorang gadis yang dia ingat adalah gadis yang dilihatnya di depan gedung sebelumnya.

"Tolong siapkan teh," lelaki tua itu berkata pada si gadis, yang segera mengambil perintah dan bergegas menuju ke ruangan di belakangnya. Menghilang dibalik dinding begitu saja untuk beberapa saat, sementara dirinya masih berdiri dengan pikiran linglung. Bertanya-tanya siapa dan dengan maksud apa lelaki tua ini mengundangnya datang.

Saat itu suara datang dari lelaki tua, suaranya sudah tidak lagi jelas, selain serak karena dimakan usia, juga terdengar serak sampai pada titik dimana tersendat.

"Tidak ada orang lain diruangan ini, turunkan penutup wajahmu. Jangan bersikap tidak sopan pada kakekmu."

Seojun menyipitkan mata, melihat dengan penuh kecurigaan pada lelaki yang kini hanya duduk dengan tenang melihat padanya. Bahkan jika usianya memang pantas dipanggil kakek, tetapi berbicara seolah dirinya memang kakeknya bukankah itu keterlaluan.

Wajahnya yang tua tidak lagi enak dipandang, hanya berupa kerutan yang tak terhitung jumlahnya. Kulitnya agak pucat tanpa ekspresi berguna. Satu-satunya warna yang terlihat hanyalah kedua alisnya yang hampir memutih serupa dengan rambutnya yang tidak lagi lengkap, menyisakan hanya dibeberapa bagian yang sepenuhnya telah berubah menjadi keperakan.

"Siapa tuan sebenarnya?" Bertanya seojun setelah memindai cukup lama.

"Apa ayahmu hanya mengajarimu caranya membunuh orang, hanya mengajarimu caranya mengacungkan belati diwajah orang, sampai lupa caranya mengajarimu sopan santun hah?" Lelaki tua itu tidak menjawab pertanyaan seojun, tetapi memberinya pertanyaan yang lebih tepat disebut sebagai Omelan.

Seojun ingin membalas tapi lelaki itu sudah lebih dulu menyela, "masuk kerumah orang, bukannya memberi salam kau malah bersikap seperti bandit jalanan. Kau pikir ini hutan? Dimana sopan santunmu? Cepat lepaskan topeng diwajahmu itu."

Han Seojun  (Suho X Seojun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang