.
Tak ada respon selain ketenangan bernafas dari yang lain. Seojun mungkin terlalu lelah, dia tidak bergerak sedikitpun. Hanya dia yang masih terjaga dengan pikiran kacau. Dia berbalik menghadap keluar jendela yang tirainya terbuka. Dan mulai mengucapkan kata-kata yang sudah lama dia simpan di dalam hatinya.
"Aku tau kau pasti kecewa padaku, karena sama sepertimu aku juga kecewa pada awalnya. Aku terus bertanya pada diriku sendiri setiap saat. Apakah ini benar, apakah harus seperti ini, kenapa harus kamu. Kenapa aku tidak menyukai orang lain selain kamu, kenapa aku harus menyukai laki-laki sepertimu. Yang tidak kenal takut dan selalu membuatku khawatir. Aku juga ingin tau jawabannya."
Suho mengalihkan pandangannya dari jendela kembali ke orang di sampingnya, mencoba yang terbaik untuk mengungkapkan perasaannya ke dalam sebuah kalimat.
"Dan kalau kau ingin tau sejak kapan itu tepatnya, sejujurnya aku juga tidak tau. Yang kutahu hanyalah perasaanku tiba-tiba berubah padamu. Aku terus melihat ke arahmu, aku ingin selalu berada di sampingmu."
Dia mengatakannya dengan sangat lembut, tidak lebih seperti gumaman yang hanya dia sendiri yang bisa mendengar.
Perasaan karena merasa bersalah untuk menyukainya, tetapi dia masih berharap untuk setidaknya dapat mengeluarkan beberapa perasaan yang telah ia tekan terlalu lama di dalam hatinya. Meskipun dia tau seojun mungkin tidak ingin mendengarnya.
"Alasanku datang ke kota ini bukan karena aku putra tuan Lee, tetapi semata-mata karena aku takut jika aku tidak pergi, aku takut tidak bisa bertemu denganmu lagi."
Dia bisa menolak pergi, dia juga bisa memohon kembali tetapi untuk apa semua itu, apa gunanya kembali ke desa jika orang yang penting baginya ada di kota.
Bagaimana jika hatinya berubah, atau bagaimana jika dia melupakannya. Hal-hal seperti itu telah mendorongnya pergi sejauh ini. Sampai kini jalan untuk kembali tak lagi terlihat.
"Bohong jika aku tidak marah, aku sangat marah tapi... Hanya mendengar kau menungguku di depan, aku terus berlari maju untuk mencapaimu. Aku tidak peduli apakah itu desa, apakah itu kota, atau ayah kandungku. Dibandingkan denganmu, keinginanku pada semua itu tidak penting, karena satu-satunya yang kuinginkan hanya kamu."
Ada banyak hal yang ingin dia katakan, hal-hal seperti bagaimana hatinya mulai berubah, bagaimana pandangannya tentang seojun juga berubah. Segala sesuatu tentang perasaannya, baik dan buruk, apakah itu menyenangkan atau tidak, tidak masalah selama itu tentang seojun dia bisa menerimanya.
Rasanya tidak cukup hanya dengan mengatakannya, tetapi ketika berhadapan dengannya langsung. Sekuat apapun usahanya, kata-kata yang telah dia persiapkan melebur menjadi abu. Terbakar habis sebelum sampai di tenggorokan.
Pengaruh seojun terlalu kuat.
Suho bangun dari kursi yang dia duduki seraya menatap sedih pada wajah pemuda yang kini menutup mata, melihat bahwa pemuda itu sangat tenang dalam tidurnya. Profilnya sangat indah, seperti patung lilin yang dipahat secara sempurna.
Suho menundukkan kepalanya, membungkuk untuk lebih dekat. Tangannya terulur untuk menyisir lembut rambut seojun, "cepatlah sembuh, jangan membuatku khawatir terus menerus."
Momen berikutnya suho dengan lembut mendaratkan ciuman seringan capung di atas permukaan air, itu tepat di atas kening seojun. Sekali lagi, Suho telah melanggar batasannya. Tetapi dia tidak menyesal, sebaliknya dia benar-benar ingin melakukannya.
Setelah kepergian Suho, seojun membuka matanya. Menatap langit-langit ruangan dengan helaan nafas panjang.
Pada awalnya dia benar-benar ingin tidur tetapi setelah Suho datang, dia tidak lagi berpikir itu mungkin. Tetapi juga tidak memiliki cukup keberanian untuk menghadapi anak itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Han Seojun (Suho X Seojun)
General FictionSeojun ditugaskan untuk melindungi Suho, dia tidak pernah berpikir bahwa kedekatan antara dirinya dengan anak itu justru membawanya pada romantisme yang rumit. Alih-alih melindungi sebagai tugas yang dibawanya sejak awal, seojun justru dihadapkan pa...