Sesuai dugaan Deysy, hari ini kampus heboh dengan penemuan mayat yang tergeletak di koridor fakultasnya. Banyak polisi yang mengamankan situasi di sana.
"Deysy ada apa?"tanya Jino, yang kebetulan memiliki jadwal yang sama dengan Deysy dan Naya.
"Gak ada kak, yang pasti kita dapet libur"jawab Naya yang berada di sebelah Deysy.
"Loh kenapa?"tanya Jino.
"Dosennya lagi pada rapat"jawab Deysy asal. Jino mengerutkan keningnya, ia bingung kenapa banyak orang yang berteriak histeris bahkan mual.
"Kita langsung pulang aja yuk"ajak Naya yang sudah mulai mual melihat darah yang tercecer dimana-mana.
"Yuk"setuju Deysy, lalu membantu Jino.
Saat di perjalanan Deysy sama sekali tidak melihat Rafael, mungkin laki-laki itu masih syok dengan yang ia lihat semalam. Dan memutuskan untuk tidak pergi ke kampus terlebih dahulu.
Deysy merasakan tangannya di tepuk pelan oleh Jino.
"Mau ke taman waktu itu? Aku mau ngomong hal penting"ajak Jino.
"Hmmm..... Boleh"ucap Deysy.
"Kalau begitu gue duluan ya, mau gantiin temen kerja. Biar nanti weekend bisa libur dua hari"ucap Naya.
"Okey, hati-hati Nay"ucap Deysy.
"Sip"ucap Naya lalu pergi terlebih dahulu dengan motornya.
Sedangkan Deysy dan Jino menunggu bus untuk menuju ke taman.
*****
Dua hari setelah penemuan korban pembunuhan kampus di buka, tetapi khusus untuk fakultas management business di liburkan selama polisi mencari petunjuk siapa pelaku pembunuhannya.
Seperti biasanya, Elyna, Deysy, dan Yuna sedang berkumpul di kantin. Kenapa Deysy ada di kampus? Alasannya hanya sedang gabut dan hanya untuk memastikan sesuatu.
"Kenapa Lo? ngelamun mulu"tanya Elyna pada Deysy.
"Jino ma—"
"Pake kak!! Gak sopan lo"potong Yuna.
"Iya maksud gue, kak Jino mau operasi mata"ucap Deysy. Sahabat-sahabat nya itu memang sudah mengenal Jino.
"Baguslah, jadi kadar ketampanannya kak Jino semakin bertambah"ucap Elyna yang langsung mendapatkan tatapan maut dari Yuna.
"Apa masalahnya? Bukannya lo harus seneng ya"tanya Yuna.
"Gak tahu, tapi gue gak siap Jino bisa liat gue"jawab Deysy lalu menelungkup kan kepalanya.
Ia jadi teringat pembicaraan nya dengan Jino tiga hari yang lalu, di taman.
Setelah cukup lama bergelut dengan pikirannya, Deysy mengangkat kepalanya dengan tegak. Ia baru ingat sesuatu.
Deysy mengedarkan pandangannya ke seluruh kantin, hingga matanya menangkap sosok Rafael yang tengah membaca buku. Tapi Deysy masih bisa melihat Rafael beberapa kali melirik ke arahnya.
"Woy, lo mau disini atau balik?"tanya Elyna.
"Kalian duluan aja, gue mau ke toilet dulu terus langsung ke perusahaan"jawab Deysy.
"Okey"ucap Elyna lalu pergi bersama Yuna.
Setelah kedua sahabatnya pergi, Deysy mendekati Rafael.
"Gue tahu apa yang ada di otak lo"ucap Deysy yang baru saja duduk di hadapan Rafael.
"Ini bukan hal kecil yang bisa lo selesaikan dengan mudah, hal yang lo kira kecil bisa aja jadi Boomerang buat hidup lo"
"Gue udah kasih peringatan ini, gue harap lo ngerti. Berpikirlah sebelum bertindak, atau akibatnya bakalan fatal"ucap Deysy lalu pergi meninggalkan Rafael yang diam tanpa mengatakan apapun.
*****
Setelah memarkirkan mobilnya, Deysy berjalan masuk ke dalam rumah sakit besar di kotanya itu.
Deysy tersenyum saat para perawat menyapanya, ia memang sering mengunjungi rumah sakit itu.
Langkahnya berhenti di depan sebuah ruangan khusus, yang bahkan tidak boleh sembarangan orang masuk. Dari kaca transparan itu Deysy bisa melihat tubuh seorang laki-laki, yang terbaring lemah dengan banyak alat bantu yang menunjang kehidupan laki-laki itu.
Deysy menempelkan telapak tangannya ke kaca transparan itu, perlahan air matanya mulai mengalir.
"Mau sampai kapan? Apa 2 tahun gak cukup sampai-sampai lo mau pergi dari gue"ucap Deysy.
"I need you, please don't go"lirih Deysy dengan air mata yang semakin mengalir.
"Juan pasti marah kalau liat kamu nangis"
Deysy menghapus air matanya, lalu menoleh ke sampingnya. Ia lalu kembali menatap laki-laki yang bernama Juan itu, yang merupakan Kekasihnya itu.
"Seberapa kuat Juan bertahan, tapi jika Tuhan menginginkan nya. Ia bisa apa"ucap orang itu.
"Juan bisa nolak kalau mau"ucap Deysy.
Orang itu terdengar terkekeh, "kamu mau liat Juan terus-menerus kesakitan? Lebih baik melepaskannya bukan, Juan tidak akan merasakan sakit setelah ini"
Deysy tak menjawab, apa yang di katakan orang yang di sebelahnya ini yang merupakan kakak kandung Juan. Memang benar, mau sampai kapan Juan harus bertahan dan melawan rasa sakitnya.
Deysy mengepalkan tangannya, tanpa sepatah kata apapun ia pergi dari sana meninggalkan orang itu.
"Maaf...."
*****
Di sebuah ruangan yang merupakan tempat khusus sebuah pertemuan, terlihat seorang pria paruh baya dengan seorang gadis yang tengah bicara serius.
"Terus awasi dia, beritahu aku semuanya tanpa terkecuali"ucap pria paruh baya itu.
"Baik"
"Dan satu hal lagi, jangan sampai ia mengetahui siapa dirimu yang sebenarnya. Kau mengerti Naya"ucap pria paruh baya itu.
"Mengerti"ucap gadis itu yang merupakan Naya.
"Pergilah, jika sudah saatnya. Aku akan menyuruhmu, untuk 'melakukannya'"perintah pria paruh baya itu, Naya mengangguk dan pergi dari ruangan khusus itu.
Tanpa tahu jika semua yang terjadi, pertemuan mereka dan pembicaraan mereka di pantau oleh seseorang yang duduk bersandar di kursinya sambil meminum soda.
"Dasar Bodoh!!"ucap orang itu, lalu mematikan laptopnya.
Ia lalu memutar kursinya, menghadap dua laki-laki di depannya.
"Mungkin kita akan melakukannya sedikit lebih cepat, kalian bersiap dan selalu siaga lah"perintah orang itu yang langsung di angguki.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
GONE ✔️
Mystery / Thriller'GONE' kata yang selalu ada di dalam hidup semua orang. Begitupun dengan kehidupan seorang gadis yang hidupnya selalu di bayangi oleh kata itu, ia telah banyak kehilangan. ⚠️18+ ⚠️cerita pure dari imajinasi author ⚠️vote+Comment