33

38 45 26
                                    

Leo mulai menjalankan aksinya untuk menghabisi nyawa sahabat Deysy, menggunakan racun yang akan ia campurkan dengan sup yang mereka akan santap saat makan siang mereka hari ini.

Dengan waspada, ia menuangkan satu botol racun berbahaya ke dalam sebuah sup. Setelah itu, ia menyimpan kembali botol itu pada sakunya, jika ada kesempatan ia akan memusnahkan botol itu.

"Lagi ngapain?"Leo terkejut saat tiba-tiba Elyna sudah berada di belakangnya, beruntung ia bisa mengendalikan keterkejutannya itu.

"Enggak, cuman matiin kompor. Tadi supnya udah mateng tapi kompornya belum di matiin"jawab Leo yang tentu saja bohong.

Elyna mengangguk dan menyuruh Leo untuk pergi dan menunggu di meja makan saja bersama yang lainnya.







Di meja makan semuanya sudah berkumpul, namun suasananya masih sama hanya ada keheningan saja.

"Supnya mana El?"tanya Yuna.

"Eh lupa, bentar"jawab Elyna, ia tadi ke dapur memang berniat untuk membawa sup nya, tetapi tak jadi karena Naya menyuruhnya untuk membawa beberapa buah-buahan, jadilah ia lupa.

Elyna membuka tutup panci sup dan menghirup aromanya sebentar, ia lalu membawa sup itu ke meja makan untuk di hidangkan.

Setelah Elyna pergi, seseorang dengan pakaian serba hitam keluar dari lemari penyimpanan makanan yang berada di bawah. Orang itu membawa sup yang sudah diberi racun oleh Leo, dengan cepat orang itu pergi keluar dari mansion membawa sup itu pergi.

Leo tersenyum tipis melihat yang lainnya memakan sup dengan lahap, ia sama sekali tidak menyentuh sup itu dengan alasan ia tak suka sup.

Tapi senyuman itu tidak berlangsung lama, sebuah pesan dengan nomer tidak di kenal masuk.

Leo mencengkram kuat ponselnya itu.

"Ekhem... Gue selesai makannya, pamit ke kamar dulu ada beberapa hal yang harus gue kerjain"ucap Leo yang diangguki semuanya.

"Jino, Juan belum makan kan. Ntar lo anterin makanan buat dia, kalau dia gak mau makan paksa aja"perintah Yuna, Jino mengangguk lalu kembali memakan makanannya.







Leo mengunci pintu kamarnya dan dengan emosi ia mencoba menghubungi nomer tidak dikenal itu, tetapi nomer itu tidak aktif.

Tidak kehilangan akal, Leo mencoba mencari lokasi si pengirim pesan itu. Tetapi nihil, tidak di temukan lokasi si pengirim, Leo menggeram frustasi. Ia gagal membunuh mereka, karena seseorang sudah menukarkan sup nya dan orang itu tak lain adalah orang yang sama dengan si pengirim pesan.


Nomer tidak dikenal

Kau tidak bisa menyentuh mereka, kau gagal.

12.34 AM.



"Siapapun dirimu aku tidak akan melepaskan mu"desis Leo.







*****







Di sebuah area balapan liar, terlihat Revan dan teman-temannya tengah berada di sana di temani dengan para jalang.

Hari ini Revan akan turun dan melakukan balapan dengan salah satu musuhnya, jika ia menang maka musuhnya itu akan menyewakannya sebuah bar untuk berpesta malam nanti.

Revan sudah bersiap dengan motornya begitupun dengan lawannya, Revan menatap remeh lawannya itu dan menurunkan kaca helmnya.

Tepat saat bendera di lemparkan oleh seorang wanita, kedua pengendara itu melesat, memulai balapan.

Di tengah-tengah ramainya tempat itu, seseorang dengan pakaian hitamnya memperhatikan semua aktivitas Revan. Bahkan setelah Revan menang dan menuju ke bar pun, orang itu mengikutinya.










Tengah malam Revan baru selesai dengan pesta kemenangannya di bar, keadaannya saat ini setengah mabuk. Dengan berjalan sempoyongan, ia berjalan menuju unit apartemen miliknya atau bisa dibilang milik adiknya itu.

Sampai di dalam, Revan segera merebahkan dirinya di tempat tidur. Tanpa mengetahui, bahaya tengah mengintai dirinya.

Lampu di dalam apartemen tiba-tiba saja mati, tetapi tidak membuat Revan bangkit dari rebahan nya. Menghiraukan suara seseorang yang berjalan dengan sebuah senjata tajam yang ia seret.

Revan langsung membuka matanya dan terduduk dengan waspada, ia meraba bawah tempat tidurnya yang terdapat sebuah tongkat baseball. Ia lalu berdiri di belakang pintu, supaya saat orang itu masuk, ia akan memukulnya dari belakang.



Cklek!



Pintu kamar itu terbuka dan perlahan sosok yang selama ini mengikuti Revan memasuki kamar, Revan sudah melayangkan tongkat baseball itu, tetapi dengan cepat orang itu menahannya.

Revan mencoba melepaskan cengkraman orang itu pada tongkat baseball nya, tetapi dengan sekali tarikan orang itu berhasil merebut tongkat baseball.

Revan mulai ketakutan, tubuhnya berkeringat dan bergetar.

"You afraid?"suara berat itu terdengar menakutkan di telinga Revan.

Orang itu membuang tongkat baseball itu ke sembarang arah, lalu menarik kerah baju Revan. Dalam keadaan setengah mabuk seperti ini, mudah bagi orang itu menghajar Revan habis-habisan.

Orang itu membenturkan kepalanya Revan pada sebuah meja, membuat dahi Revan robek dan mengeluarkan darah. Ia lalu membiarkan Revan meraung kesakitan di lantai, setelah bosan mendengar suara kesakitan Revan. Orang itu duduk di perut Revan, dan mulai melayangkan pukulannya bertubi-tubi.

"Wajah tampan mu tidak setampan perilaku mu, jadi aku buat wajahmu hancur"ucap orang itu.

Wajah Revan benar-benar hancur, banyak lebam yang terdapat pada wajahnya. Bahkan kesadarannya pun sudah mulai tidak ada.

Orang itu mengambil pedangnya yang tadi ia sempat buang untuk menghajar Revan, ia lalu mengarahkan ujung pedang itu tepat pada jantung Revan.

"Aku mohon.... Ampuni...aku"ucap Revan dengan susah payah.

"Teruslah memohon, aku suka melihat orang tersiksa dan memohon padaku"ucap orang itu.

Revan terus memohon untuk di lepaskan dan tidak di bunuh, orang itu berjongkok dan membuka topengnya juga menurunkan kupluk jaketnya. Revan terdiam sebentar dan saat akan membuka suara lagi orang itu menusuknya tanpa aba-aba.

Jrass!!!

Sret!!!

Orang itu menusuk Revan tepat di jantungnya lalu menarik pedang itu menuju perut Revan, membuat luka sobek yang menganga. Orang itu lalu mencabut pedangnya, dan kembali menusukkannya pada leher Revan. Membuat kepala Revan hampir putus, dan yang terakhir orang itu mengeluarkan semua organ tubuh Revan. Membiarkan organ itu menyebar di sekitar tubuh korbannya.

Orang itu mengambil ponsel milik Revan, dan memfoto karya nya itu lalu ia kirimkan pada sang ayah dari korbannya.

Sebelum pergi dari sana orang itu menyempatkan diri untuk meretas semua CCTV membuat rekaman CCTV rusak tanpa sebab, agar jejaknya tidak di ketahui oleh siapapun.

"Aku akan meninggalkan pedang ku ini, untuk menemanimu"ucap orang itu dan bersiap pergi dari sana.

"Good night, Revan Xavier"ucap orang itu lalu benar-benar pergi dari sana.







Tbc.

GONE ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang