Nara memasuki rumah dengan menenteng berbagai macam paper bag. Membawanya dengan senyuman yang berada di wajahnya. Duduk di sofa dengan ayahnya yang tengah memegang kepalanya. Mengabaikannya dan hanya fokus untuk melihat-lihat barang belanjanya.
"Kok kamu malah belanja banyak gini? Harusnya hemat dong, uang papa ini lagi menipis," tutur Diki yang kesal dengan kelakuan putrinya.
"Siapa juga yang boros, orang baru habis 20 juta juga."
Diki sontak membelalak, memandang belanjaan Nara yang hanya 3 paper bag. Keuangan yang kian menipis seakan hilang begitu saja. Putrinya memang bisa dibilang boros, namun apalah dayanya.
"20 juta? Argghh kamu ini selalu saja bikin repot!"
"Repot apaan sih pa? Ini Nara juga beliin papa topi bagus kan?"
"Papa gak butuh itu, pokoknya kamu harus dapetin Brian secepatnya, urusan Raymond biar papa yang urus." Diki berteriak frustasi, setengah mati dilanda kekesalan.
"Kenapa sih papa itu egois banget, Nara itu gak suka di suruh-suruh apalagi di gupuhin kayak gini." Nara membanting topi itu dengan asal.
"Memang kamu mau miskin? Gak kan, yaudah lakuin apa yang papa mau!"
"Ya sabar dong, papa kira dapetin Brian gak pakai usaha apa!"
Nara mengangkat paper bag-nya. berjalan cepat meninggalkan Diki. Sedangkan Diki semakin memijat pelipisnya. Sangat rumit memiliki anak seperti Nara, tapi jika tak ada Nara pasti rencananya tak akan berjalan lancar. Awas lo Ardi sudah bikin gue bangkrut.
Di sudut kamar terdapat seseorang yang tengah menangis tersedu-sedu. Menunduk, menenggelamkan kepalanya di atas tumpukan tangan yang terlipat di lutunya. Hatinya hancur, pikirannya kacau. Semuanya terlihat gelap, lampu kamarnya mati begitu pun langit malam yang menambah kegelapan. Ruangan itu sangat berantakan, barang-barang sudah terlempar di lantai.
Seseorang itu terus terisak. Lama-kelamaan air matanya serasa sudah habis. Ia terus memanggil nama ibunya. Tapi apalah dayanya?? Orang tuanya bahkan tak pernah memperhatikannya. Mereka terus fokus pada pekerjaan. Hingga dirinya terjerumus dalam jalan yang salah, ia tak tahu harus melakukan apa kali ini. Vanya mencoba menegakkan kepalanya perlahan. Menampakkan mata yang sembab dan muka yang mengkhawatirkan. Ia merasa mual hingga berlari menuju kamar mandi untuk mengeluarkan isi perutnya. Membasuh mukanya secara perlahan.
"Kenapa ini terjadi sama gue? Kenap hidup gue selalu begini, hancur hancur!?" Vanya terduduk di lantai, tak kuat menahan beban tubuhnya sendiri.
"Gue bodoh, gue bodoh sudah kebablasan sampai begini."
"Gue gak mau hamil, gue malu!" Vanya berteriak lantang.
Vanya kembali meluruhkan air matanya. Tak kuasa menahan kebodohannya sendiri kali ini. Berkali-kali memukul perutnya yang masih datar dengan tangannya sendiri. "Lo harus mati, lo harus mati!"
Namun percuma usaha membunuh janinnya tak berhasil. Kali ini ia bingung, pikirannya tertekan, batinnya tersiksa. Vanya berdiri mengambil seutas tali dari lemarinya. Vanya benar-benar tak tahu harus melakukan apa. Tak ada kata lain yang terpikirkan selain kata 'MATI'. Vanya segera menali di atas atapnya. Pandangannya kosong begitu pun pikirannya.
"Kalo lo gak bisa mati, kita mati sama-sama," ujar Vanya sembari melirik perutnya yang datar.
Vanya segera menggantungkan lehernya. Awalnya terasa sakit, namun lama-kelamaan tak lagi. Mungkin karena nyawanya sudah melayang secara sia-sia. Kini Vanya tak lagi tertekan di dunia. Semoga Tuhan bisa memaafkan di setiap kesalahannya.
***
Pagi ini, pagi yang sangat cerah dibanding hari sebelumnya. Itulah yang Keyra rasakan sekarang. Sebab di hari ini akan membuat hidupnya menjadi lebih tenang. Meski masalah kecil tetap menghampirinya. Gadis itu memandang wajahnya di depan cermin. Menata rambutnya hingga menjadi rapi. Keyra mengambil sesuatu dari dalam lacinya, menyimpan dengan tersembunyi di dalam tasnya. Tak lupa mengambil kartu dan memasukkannya di dalam ponselnya. Keyra turun menemui orang tuanya di lantai bawah. Menerbitkan senyuman yang semakin melebar di setiap detiknya. Menenteng tas di bahu sebelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keyzura [END]
Novela JuvenilTentang Keyzura Auristella M. Seorang gadis mungil dengan sejuta ceria. Gadis ramah dengan senyum ceria Yang tidak pernah lepas dari wajah Cantik nya. Namun siapa sangka kalau ternyata gadis itu menyimpan luka dimasa lalunya. Potongan memori kejadia...