Quite Miss Home

678 92 24
                                    

requested by hadeuh_

POV orang ketiga || AU || OOC || Bahasa Baku || Angst, romance

inspired by a real heartbreaking story from Palu earthquake tragedy.

***









Taeyong tahu ia adalah pengecut terbesar abad ini.

Dengan seloki bourbon dingin di tangan, Taeyong memandangi langit sore kota Singapura dari apartment lantai 13 yang ia sewa. Balkon kamarnya tidak begitu luas, tipikal apartment 1BR pada umumnya. Praktis dan efisien hanya muat untuk menaruh jemuran kecil tempat handuk. Mata Taeyong bergerak-gerak memperhatikan burung-burung camar kecil yang berterbangan ke utara.

Ah, terbang.

Sudah lama sekali rasanya ia merebahkan sayap. Padahal belum ada sebulan. Tapi keterpurukan kadang menjadikan sehari terasa seperti sewindu.

Taeyong memejamkan matanya sejenak. Kepalanya secara otomatis memutar kenangan yang lalu. Hidungnya mencium aroma memori yang sama. Telinganya mendengar desau angin, decitan lemari, suara pintu bergeser, desis teko air, mesin roti bakar, kucuran air pada wastafel, gelak tawa seseorang ...


[flashback on]

Rintik gerimis di luar membuat Taeyong merasa perlu memesan alkohol dan beberapa gorengan. Menunggu delivery datang, Taeyong melangkahkan kakinya ke dapur, mengambil dua seloki dan camilan kecil untuk kemudian menyadari ada Ten—kekasihnya, tengah berdiri di depan pintu belakang rumah yang letaknya di dapur. Posisinya membelakangi Taeyong. Tangannya menopang di depan, ada asap di depannya. Masih mengenakan kaos kebesaran nan kedodoran dipadu bokser ketat yang panjangnya hanya sampai pertengahan paha.

"You stink" panggil Taeyong sambil menyender pada counter dapur, memandangi tubuh belakang kekasihnya, atau bokong—lebih tepatnya.

Tubuh Ten bergetar, lalu terdengar kekehan kecil. Ten tampak menggerakkan tangannya, mematikan rokoknya, membuang putungnya pada tong sampah di luar. Taeyong tidak pernah suka kebiasaan Ten yang masih belum mau lepas dari rokoknya, tapi Taeyong faham itu hanya salah satu cara Ten untuk mengurangi stress tekanan kerja.

"You love this stink, honey" katanya sambil membalikkan tubuh, menatap Taeyong dengan senyum manis di wajahnya. Nampak cekungan di bawah mata yang membuat Ten terlihat seperti anak kucing.

Taeyong balas tersenyum,

"Drinks?" tawarnya. Ten mengangguk.

"Kamu beli sesuatu?" Tanya Ten sambil menghampiri Taeyong, hendak mencium kekasihnya tapi Taeyong mengelak.

"Soju, ayam bumbu dan beberapa gorengan" jawab Taeyong kini membuka kulkas, mengambil satu kaleng bir dari sana.

Ten mengangguk kecil, memandang kekasihnya penuh minat.

"Kenapa cuma satu? ambil satu lagi untukmu!" kata Ten percaya diri kalau Taeyong mengambilkan bir itu untuknya.

"Ini untuk kita berdua, Sayang. Aku lebih suka bir dengan sedikit liurmu di sana" jawab Taeyong sambil mencuri satu kecupan di bibir Ten.

"Jorok" cibir Ten.

"Kamu bau rokok" balas Taeyong sambil berjalan ke depan menuju ruang tengah. Ten tertawa sambil mengekori kekasihnya di belakang.

Keduanya duduk di atas sofa depan TV. Setelah pesanan datang, Ten menyender pada bahu lebar Taeyong—yang hanya mengenakan singlet tipis berwarna hitam—sambil memegang kaleng bir. Mulutnya mengunyah, sedangkan tangannya bersih karena ia disuapi. Taeyong sendiri sibuk memandangi wajah Ten disampingnya, tanpa peduli dengan tv yang nyala di depan mereka.

[end] Mellifluous (TAETEN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang