Take On Me

737 96 32
                                    

Requested by taeten10vely

POV orang ketiga || AU || Bahasa baku & non baku || Fantasy - futuristic.

slight 🔞

heavily inspired from one of dramione prompt au @ Twitter & one of taeten fics in ao3 called Major Arcana Series.

***






Ini sudah hari ke 13 Ten mendatangi museum tua di tengah Kota hanya untuk memandangi satu sketsa pensil yang dipajang di sana. Potret seorang lelaki tampan yang entah kenapa familiar bagi Ten. Tidak ada keterangan apa-apa pada figura kaca yang memampang lukisan itu. Hanya gambar.

Tapi rasanya Ten sudah mengenal sosok pada lukisan itu. Rasa familiar yang aneh.

Kali pertama Ten melihat lukisan in adalah saat ia tak sengaja berteduh di bangunan museum, hujan besar dan ia lupa membawa payung. Ten awalnya berfikir kalau ia bisa menunggu hujan reda sambil melihat-lihat isi museum—mumpung ada tulisan free entry saat itu.

"Mau sampai kapan kamu merhatiin lukisan itu, Ten-ah?" tanya Yesung, satu-satunya relawan yang setiap hari datang untuk membersihkan Museum. Meskipun pada kenyataannya ia hanya mengoperasikan robot pembersih dan memantau pekerjaan robot itu.

Ten tidak menjawab, matanya masih betah bercokol pada satu rupa di depannya.

"Aku kadang ngerasa bodoh banget buat bersih-bersih bangunan ini, padahal sebentar lagi museum bakal tutup permanen dan dipugar" ucap Yesung mencurahkan isi hati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Aku kadang ngerasa bodoh banget buat bersih-bersih bangunan ini, padahal sebentar lagi museum bakal tutup permanen dan dipugar" ucap Yesung mencurahkan isi hati.

"Tutup permanen?" ulang Ten memastikan.

Yesung mengangguk, ia memencet tombol off pada robot pembersihnya dan alat itu terlipat rapi masuk ke box dengan sendirinya.

"Kalau nggak salah, lukisan yang kamu pandangi terus itu udah ada yang bayar. 50 juta won"

Ten terkesiap. 50 juta won setara dengan setengah tahun gajinya sebagai white hacker perusahaan swasta.

"Apa hyung punya info siapa yang beli lukisannya?"

Yesung kemudian duduk di samping Ten, menggeleng.

"Tapi aku denger, yang beli lukisan itu cuma mau barter lukisannya sama satu microchip hidup"

Ten mendecih kecil. Rupanya praktik pencucian uang masih ramai dilakukan walaupun caranya sudah terlihat semakim legal saja. Ten mengakui kalau sketsa pensil itu masih sepadan dihargai 50 juta won karena sudah tak ada lagi penggunaan pensil di tahun 2100—punah beberapa puluh tahun yang lalu—tapi tetap saja menukarnya dengan satu microchip itu berlebihan, karena artinya itu menukar satu kertas dengan satu orang.

Di tahun itu, setiap orang ditanami microchip pada pergelangan tangan saat umur mereka memasuki 17 tahun untuk mengganti sistem tanda pengenal lama seperti kartu. Dalam satu microchip terdapat ribuan bahkan jutaan informasi tentang individu tersebut. Dari sejarah keluarga sampai rahasia penyimpanan barang berharga—kode dan nomor bank atau brankas. Maka penjualan biochip tak ubahnya dengan human trafficking, perbuatan kriminal.

[end] Mellifluous (TAETEN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang