One Way Ticket

687 87 33
                                    

request by smilesumiati

POV orang ketiga || AU - lokal|| Bahasa Baku & non Baku || Romance

***






Makan malam itu lebih sunyi dari biasanya. Tidak seperti dua hari sebelumnya yang sesekali diisi oleh tanya jawab singkat, candaan serta gombalan kecil cukupan untuk bikin tersenyum dan merona. Kedua orang yang duduk di atas meja makan kini fokus pada hidangan yang tersaji. Menghabiskan isi piring dalam hening.

"Kenapa kamu nggak mau pindah ke temp-"

"Kamu tahu aku nggak bisa, Taeyong" potong yang satunya.

"Aku bisa ngarang cerita, Ten. Aku bisa bilang kalau kamu keponakanku, atau adikku"

"Kita udah sering bahas ini dan kamu tahu jawabanku tetap enggak, mas" ucap lelaki bernama Ten itu, tersenyum teduh menenangkan, ditambah panggilan mas yang melunak seolah mencoba untuk menjinakkan.

"Aku cuma mau setiap aku pulang, ada kamu di rumah" ucap Taeyong pelan.

"Disini juga rumahmu, mas. Kamu boleh pulang kapanpun kamu mau"

"Tapi aku nggak bisa lama-lama, Sayang. Beda cerita kalau kamu ikut tinggal di rusus denganku"

"Dan membuatmu dipecat dari militer? Lagipula asrama tentara bukan rumah panti sosial" Ten menatap tajam lawan bicaranya. Ia nampak menarik nafas pelan.

"Mas ... begini aja kadang sering bikin aku khawatir. Takut kalau ada temanmu yang tahu hubungan ini, lalu dilaporkan ke atasan kamu. Kamu tahu sendiri kan pandangan negara ini sama orang-orang kayak kita? Aku denger kemarin bahkan ada yang dipenjara hanya karena dia gay-"

"Itu karena dia ngelakuin perbuatan asusila sama prajurit lain di barak, Sayang. Beda sama aku. I would never do such a thing"

"Tapi ada juga kan yang dipecat karena ketahuan gay padahal dia cuma berhubungan sama warga sipil?"

Taeyong membuang pandangan matanya keluar jendela.

"5 Tahun lagi, Ten" ucap Taeyong mengambang. Ada rasa gundah, ragu, tapi juga lega di sana.

"Jangan, mas" ucap Ten masih lembut. Lelaki yang berprofesi sebagai veteriner itu menjulurkan tangannya. Diameter meja makan yang tidak begitu luas membuatnya leluasa meraih tangan Taeyong didepannya, mengelus punggung tangan Taeyong perlahan seolah berhadapan dengan pasiennya.

"Ini cita-cita kamu dari dulu. Udah cukup yang kamu kasih buat aku. Bahkan rasa-rasanya aku nggak pantes dapet semua ini. Kamu lebih milih aku yang begini ketimbang orangtu-"

"Sstt ... jangan dibahas lagi" Taeyong menggenggam tangan Ten, balik mengelusnya dengan ibu jari.

"Even if I could, I would give the entire universe for you, Ten"

Ten tertawa kecil. Mendorong piring kosong di depannya.

"Bener ya kata orang, punya pasangan tentara bakal sering diromantisin gini gara-gara jarang ketemu"

Ten berdiri, membereskan peralatan makan kotor setelah melepaskan genggaman tangan Taeyong. Membiarkan Taeyong duduk memperhatikannya karena lelaki itu sudah mengambil alih kegiatan masak memasak yang sebenarnya pun jarang Ten lakukan.

Suara gemericik air dari wastafel mengisi kekosongan dapur yang juga merangkap jadi ruang makan itu.

Ten tengah membilas piring terakhir saat lengan Taeyong melingkar pada perutnya, memeluknya dari belakang.

"Besok aku pergi"

"Aku tahu"

Terdengar suara helaan nafas berat dari belakang telinga Ten.

[end] Mellifluous (TAETEN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang