Animal

920 112 57
                                    

requested by wayvlouis

Author's note:

[warning: slight/hard lemon 🔞]

POV orang ketiga || AU || OOC, Fanon || Bahasa Baku (literally) || adventure, romance idk

***





















Lepas dari perguruan tinggi, Taeyong yang aktif sebagai anggota mapala dulu sudah membulatkan tekadnya untuk merantau pergi ke Amerika Selatan, surganya petualangan alam liar. Dia bukan hanya jatuh cinta pada petualangan, tapi juga sudah merasa berjodoh dengannya. Taeyong menikmati suara jangkrik malam, gigitan serangga, serta hilang arah dalam kegelapan. Mungkin itulah kenapa Taeyong tidak pernah mengerti dengan konsep jatuh cinta pada manusia sungguhan, karena dia telah sepenuhnya jatuh pada sungai, pepohonan atau bahkan bebatuan.
Taeyong tidak pernah takut tersesat karena tuhan memberkatinya dengan hidung istimewa. Hidungnya bahkan lebih berguna dari ponsel satelitnya.

Lalu momentum itu lahir, momen di mana ia sadar kalau jatuh cinta bukan perkara menemukan. Kadang ia yang ditemukan, atau dipertemukan.

Semuanya bermula dari pertemuan pertamanya dengan lelaki itu. Seorang lelaki Asia yang nampak flamboyan, mungkin bosan dengan gedung menjulang, entah bagaimana dia bisa menemukan website Extreme Expedition milik Taeyong yang ia dirikan bersama temannya Johnny.

Lelaki itu bernama Ten, asal Thailand. Seorang pekerja kantoran yang seumur-umur belum peenah liat jamur tumbuh di batang pohon. Dan sesuai dengan namanya, tampilannya sempurna, 10/10. Dia apply untuk dirinya sendiri, mencari mati mengunjungi sisi liar Brazil tanpa pengalaman.

"Apa kamu pernah kayaking sebelumnya? Phuket punya pemandangan indah untuk itu" tanya Taeyong sambil mempersiapkan peralatan untuk menyusuri sungai Amazon setelah membelah setapak jalan yang tak pernah dijamah. Biasanya Taeyong akan mengikuti trek yang sudah ia lewati sebelum-sebelumnya, tapi kali ini ia ingin mengadu nasib dan reputasi, trekking menuju tepian sungai sekehendak kakinya melangkah, ingin habiskan waktu lebih lama dengan si flamboyan. Tapi instingnya dengan hutan memang sudah menyatu begitu dalam, tanpa kesulitan ia telah sampai di tujuan.

Ten tidak begitu talkative seperti pertama mereka berjumpa. Mungkin karena ia ketakutan? atau sedikit gentar melihat suasana hutan? sesekali Ten nampak memindai jalan dan air sungai, membuka matanya lebar-lebar.

"Tidak usah khawatir, aku sudah ratusan kali membawa guest kesini, melewati setapak dan jalur sungai yang sama, tidak akan ada hewan buas yang tiba-tiba menyerang." Tutur Taeyong menjelaskan, sedikit berbohong soal trekking tadi.

Mereka hanya berdua di atas kayak. Johnny dan beberapa pegawainya ada di kayak yang berbeda. Mereka juga masing-masing menemani satu pengunjung. Ten hanya tersenyum kecil.

"Ya, tentu. Aku percaya padamu" ujarnya singkat saja.

Entah Taeyong yang terlalu berlebihan memperhatikan, tapi ia merasa kalau Ten memang seolah sedang berfikir keras, untuk kemudian tatapannya kosong seolah habis kehilangan sesuatu yang berharga.

"Aku seharusnya vokal, menginformasikan karakteristik sungai, hutan, dan hal-hal administratif seperti itu, kamu tahu?," Taeyong menatap Ten tajam, "tapi aku juga tidak keberatan kalau kamu justru ingin cerita sesuatu. Beberapa orang lebih nyaman bercerita pada orang asing, mungkin kamu juga?" tambah Taeyong masih mengayuh dayungnya.

Ten tertawa kecil mendengar penuturan Taeyong.

"Apa aku terlihat seperti buku yang terbuka?"

"Well, yeah. Meskipun aku membayangkanmu bukan sebagai buku" ujar Taeyong terdengar kurang ajar, Ten hanya menanggapinya dengan dengusan kecil.

[end] Mellifluous (TAETEN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang