Rindu Sendiri

629 105 77
                                    

requested by zellaa_

POV orang ketiga || AU - lokal || Bahasa baku & non Baku || romance, idk maybe fluff even tho I don't really confie with my fluffy writings*sigh

ini beda bgt sama film dilan ya wkwkwkw takutnya ada yg ekspektasi kyk dilan gitu:3


***











Ten men-dribble basket di tangannya, berkali-kali ia lemparkan pada ring tapi selalu meleset. Tidak biasanya begitu. Sebagai kapten tim basket, harkat martabatnya bisa turun seketika kalau ada yang melihatnya bermain sebegini jelek.

Tapi Ten tidak peduli, ia hanya tengah mendistraksi diri sendiri dari fikiran-fikiran dan perasaan aneh yang mulai muncul.

Dan lagi, ia bermain basket bukan di sekolah. Ten sedang ada di lapangan kecil yang dikelilingi pohon-pohon ketapang, angsana dan pohon mangga besar yang dijadikan tiang ring basket. Tersembunyi dari kompleks perumahaan tempat Ten tinggal.

Di belakang ring basket terdapat tangga-tangga dari kayu yang dipaku pada batang pohon. Di atasnya ada rumah pohon kecil yang dibuat oleh ayah Ten beberapa tahun lalu.

Dulu, saat masih kecil, Ten senang sekali memanjat, apapun yang bisa dipanjat akan ia taiki. Dari kursi sampai platform rumah, sampai akhirnya Ayahnya membuatkannya rumah pohon di sini.

Hanya keluarga Ten dan satu orang temannya yang tahu lokasi tempat ini. Taeyong—nama temannya. Dulu saat pertama diajak kesini, Taeyong bergurau bilang katanya Ten jadi seperti Rachel dan Taeyong jadi Farel dari film Heart yang terkenal itu—karena Ten lebih jago main basket dan lebih senang menghabiskan waktunya di rumah pohon sedangkan Taeyong tidak begitu mahir basket dan tidak bisa naik ke atas rumah pohon.

Tapi memang dari kecil, Taeyong yang bertetangga dengan Ten itu kerap menggodanya dengan selalu bilang pada orang-orang kalau mereka berdua sudah menikah, atau Ten adalah istrinya—perkataan yang selalu berhasil membuat Ten menendang Taeyong sadis dan Taeyong hanya akan tertawa-tawa, tidak marah.

Juga, alasan kenapa hanya Taeyong yang pernah Ten ajak main kesini karena ia sudah terbiasa selalu menghabiskan waktu bersama lelaki itu dari mereka masih sama-sama mengenakan popok. Bahkan tiap tahun, pada album foto miliknya selalu ada potret Taeyong di sana, entah foto berdua dengannya atau bahkan foto sendirian. Ayah Ibu Ten memang sudah menganggap Taeyong seperti anak mereka sendiri.

Hal itu pula yang membuat Ten pusing.

Tapi semenjak Taeyong lulus sekolah dan Ten naik kelas 3 SMA, Ten tak lagi banyak menghabiskan waktunya dengan Taeyong. Lelaki itu sibuk dengan dunia barunya sebagai mahasiswa dan tidak lagi mengintil bagai kacung di belakang Ten, atau memaksa Ten membonceng dengannya padahal Ten sudah punya motor sendiri.

Kemarin sore saat pulang les persiapan UN, Ten tak sengaja melihat Taeyong membonceng perempuan cantik. Sepertinya teman kampus karena keduanya mengenakan almamater yang sama. Wajah keduanya terlihat bahagia, tertawa-tawa senang tapi anehnya tawa itu membekas pada ingatan Ten dan seolah berubah jadi belati yang menghujam jantungnya.

Kenapa? ada apa?

Ten tak mengerti dengan dirinya sendiri.

Ten merasa kehilangan saat Taeyong tak lagi merecokinya, atau tiba-tiba masuk ke kamarnya lewat beranda rumah mereka yang memang hampir berdempetan. Ten merasa seperti ada yang kurang saat ia tengah ikut kompetisi basket tanpa kehadiran Taeyong di tribun penonton. Ten merasa kesal saat Taeyong tak lagi mengganggunya di telpon.

[end] Mellifluous (TAETEN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang