I See

88 12 1
                                    

"Jangan minta sisik pada ikan lele."

Hari ini juga sama seperti semalam. Sungchan bangun lebih dulu dan membiarkan Senja bercengkrama dengan tidur nyenyaknya.

Ia membangunkan Sinchan dan menggendongnya ke kamar mandi. Mengambil sepasang pakaian yang menggemaskan untuk dia pakai hari ini. Sungchan mengatur shower untuk adiknya mandi. Ia meletakkan sikat gigi dan pastanya didepan Sanga adik agar Sinchan tidak kesulitan mengambilnya nanti.

Barulah Sungchan bergegas ke dapur untuk membuat sarapan. Sungchan hanya menghela napas melihat isi kulkas yang hanya tersisa sebutir telur dan sedikit daun bawang.

Sungchan menghela napas berat. Ketika ia membuka membuka toples garam dan penyedap rasa ternyata kosong. Ia kembali memeriksa beras dan hanya tersisa sedikit. Mungkin berasnya cukup untuk dua kali makan.

Untuk dua orang.

Sungchan tak ada pilihan lain. Ia melangkah ke rumah tetangga dan tanpa malu mengetuk pintunya disaat matahari masih enggan menunjukkan diri.

Entah pada ketukan keberapa, akhirnya pintu terbuka.  Menampilkan seorang nenek tua yang langsung memeluk Sungchan begitu mendapati nya didepan pintu.

"Ada apa? Apa sesuatu terjadi?" Tanya nenek itu dengan tatapan penuh khawatirnya. Sungchan hanya meringis. Saking jarangnya dia berkunjung nenek yang tinggal paling dekat dengannya mengira sesuatu terjadi. Tiba-tiba mengetuk di pagi hari buta.

"Tidak nek. Hanya saja aku kehabisan garam. Aku yakin toko belum buka di jam segini. Jadi bisakah aku meminjam milikmu sedikit? Aku janji akan mengembalikannya satu box"

Bohong! Tokonya buka 24 jam. Sungchan saja yang tidak punya uang.

"Oh tunggu sebentar. Aku akan memanggil cucuku untuk mengambilnya."

Sungchan mengangguk sambil tersenyum tak enak. Untuk sekarang dia harus membuang rasa malunya jauh-jauh. Senja dan Singchan lebih penting daripada malunya.

"Hana-ya!" Nenek sedikit berteriak memanggil cucunya. Tak lama seorang gadis dengan dress tidur datang dengan centong ditangannya. Sungchan bisa menebak kalau dia sedang memasak.

"Ada ap— oh Sungchan-ssi?!" Hana terkejut Sungchan ada didepan rumahnya. "Ada apa? Kenapa tidak masuk?" Tanya Hana bertubi-tubi.

Seketika nenek menepuk jidat. "Maafkan aku Sungchan-a. Aku lupa menawarimu masuk." Nenek meringis karna kepikunannya ia sampai lupa menawarkan Sungchan masuk.

Sungchan tersenyum manis. "Tidak apa nek. Lagipula disini aku yang membutuhkan" ujarnya tak enak.

"Oh? Membutuhkan apa?" Tanya Hana lagi. Senang bukan main begitu tahu kalau orang itu adalah Sungchan. Memangnya siapa yang tidak senang bisa berbicara langsung dengan idola. Tidak perlu bayar mahal dengan cara berlomba membeli album sebanyak mungkin.

Dulu. Ya itu dulu. Dimana uang masuk Sungchan ditentukan oleh penggemar. Yang kini uang masuknya ditentukan oleh takdir.

Dia hanya berharap pada—

—takdir.

***

Sungchan berjalan setengah berlari ke dorm NCT U. Berharap agar dapat menemui Jaemin sebelum ia pergi syuting. Sungchan menghemat tenaganya dengan berjalan cepat. Bukan berlari.

Setibanya di dorm, tanpa malu Sungchan masuk ke dalam seperti saat dia masih menjadi member NCT. Tak seperti dugaannya. Member NCT yang tengah bersiap pergi syuting menyambut Sungchan dengan hangat.

Ah iya. Setelah kematian Mark, Taeyong berjanji untuk menghilangkan rasa bersaing diatara para member. Walau belum sempurna di antara member baru. Tapi Taeyong sedang berusaha dibantu oleh Doyoung.

NCT V [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang