Kini keluarga Alish dan keluarga Elden sedang makan malam bersama di kediaman keluarga Afsheen.
Rasanya sulit sekali untuk Alish menjauhi Elden. Bagaimana tidak, sekarang rumah Elden bersebelahan dengan rumahnya. Bahkan kamar Alish letaknya bersebelahan dengan kamar Elden meskipun berbeda bangunan rumah.
"Aku senang deh, akhirnya kita bisa tetanggaan," ujar Tania--ibu Elden.
"Iya aku juga senang, jadi gak perlu jauh-jauh kalau aku mau mampir ke tempatmu," balas Vanya--ibu Alish.
"Bagaimana dengan rencana perjodohan anak-anak kita," sahut Rendra--ayah Elden.
Uhuk!
Alish tersedak karena kaget mendengar pertanyaan yang dilontarkan Rendra.
"Aduh pelan-pelan dong sayang makannya. Nih minum dulu," ucap Tania memberikan segelas air putih pada Alish.
"Ma--makasih, Ma."
Setelah minum Alish menatap kearah Afsheen ayahnya, ia penasaran jawaban apa yang akan diberikan Afsheen pada Rendra.
"Ekhm... Saya serahkan saja pada anak-anak," jawab Afsheen lalu melihat kearah Alish yang menatapnya dan tersenyum.
"Jadi bagaimana Alish? Apakah kamu benar-benar akan membatalkannya?" tanya Rendra.
Seketika badan Alish menegang, bagaimana ini? Ia harus menjawab apa. Alish menggambil nafas setelah itu menghembuskannya agar dirinya tidak tegang. Ia harus menjawab pertanyaan Rendra dengan jujur dan juga harus tetap sopan.
"Emm... Alish mau perjodohan ini ba--" ucapan Alish terhenti ketika Elden menginjak kakinya dibawah meja.
Alish menatap kearah Elden dengan raut wajah bingung. Karena Elden seperti memberikan kode pada dirinya. Tapi ia tak mengerti.
"Ekhmm... Mah, Pah, Om, Tante. Elden dan Alish izin ke keluar," ujar Elden berpamitan dengan sopan.
"Oh, yasudah silahkan," ujar Afsheen.
Elden berdiri dari tempat duduknya sedangkan Alish masih duduk dan menatap bingung kearah Elden.
"Ayo," ujar Elden. Alish pun mengikuti Elden dari belakang.
"Kenapa disini sih? Bukannya Lo bilang cuma didepan?" tanya Alish ketika Elden ternyata mengajaknya ke taman belakang rumah barunya. Disana terdapat tempat untuk bermain basket.
Elden mengambil sebuah bola basket dan melemparnya kearah Alish. Alish dengan sigap mengambil bola basket yang dilemparkan oleh Elden.
"Lo temenin gue latihan," ujar Elden setelah itu ia merebut bola basket yang dipegang Alish.
Alish hanya diam menatap Elden yang sedang mendribble bola dan memasukkannya kedalam ring basket.
Elden menatap kearah Alish lagi. "Kenapa diem?" tanya Elden saat melihat Alish tak bergerak dari tempatnya.
"Lo aneh," ujar Alish.
Mendengar ucapan Alish Elden tersenyum tipis, tipis sekali sampai-sampai Alish tak bisa melihatnya.
"Yaudah, Lo liat aja cara main gue dan nilai gue atau Arga yang pantes jadi kapten basket untuk lomba nanti," ujar Elden lalu bermain basket kembali.
Alish masih tetap diam memperhatikan Elden. Ia bingung mengapa harus dirinya yang menilai? Sementara ada pelatih basket yang akan menilai seberapa pantas mereka menjadi kapten untuk lomba nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonis Hijrah
Roman pour Adolescents"Kamu tau tidak kisah percintaan Zulaikha dan nabi Yusuf?" tanya umi Fatimah sambil menyuapkan bubur kedalam mulut Alish. Alish membuka mulutnya dan memakan bubur itu, ia menggelengkan kepalanya tanda tidak tahu akan kisah itu. "Ketika Zulaikha men...