28

18.9K 2.5K 139
                                    

Alish kembali ke ruang tengah sambil membawa sebuah piring untuk martabak dan membawa dua cangkir teh. Ia menyimpan teh di meja dan memindahkan martabaknya ke atas piring.

Ia melirik ke arah Arga yang sedang sibuk mengotak-ngatik handphone miliknya.

"Mana handphone gue?" ucap Alish.

Arga melihat kearah Alish sambil tersenyum.

"Nih, sorry tadi gue kepo dikit, hehehe." ucap Arga. Alish hanya diam.

"Umi mana?" tanya Arga.

"Lagi nganter kopi untuk Abi," jawab Alish. Arga menganggukkan kepalanya mengerti.

Alish membawa handphone miliknya dari tangan Arga. Ia duduk di sofa yang jaraknya jauh dari Arga.

"Kok jauh banget sih duduknya? Kayak kita lagi berantem aja."

"Eh emang setiap ketemu kita berantem," ucap Arga sambil terkekeh.

Entahlah apa yang harus dilakukan Alish sekarang. Apakah ia masih harus bertanya pada Arga tentang perasaan Arga padanya. Tapi, lebih baik tidak usah. Perkataan umi Fatimah barusan sudah cukup membuktikan bahwa Arga memang benar-benar menyukainya.

"Heh! Kok Lo bengong?" tanya Arga bingung. Ia merasa sikap Alish berbeda dengan tadi.

Alish diam tak bicara apapun. Rasanya canggung sekali ketika ia sudah mengetahui Arga memang benar-benar menyukainya. Terlebih ia sudah diberi pesan untuk berjarak dengan Arga oleh umi Fatimah.

"Lish... Lo marah?" tanya Arga lagi. Ia benar-benar bingung harus bagaimana jika Alish hanya diam seperti ini.

"Ng--nggak," jawab Alish gugup.

"Hahaha, ngapain Lo gugup sih?" ujar Arga.

"Gue pamit pulang," ujar Alish ia langsung berdiri.

"Tunggu, lo duduk dulu," ucap Arga menahan Alish pergi.

"Kenapa?" tanya Alish. Ia duduk kembali.

"Gue masih penasaran, apa tujuan Lo kesini?" tanya Arga. Ia penasaran apa yang akan dibicarakan Alish tadi sebelum terpotong saat Papinya menelpon.

"Gu--gue cuma mau ketemu Umi," ucap Alish. Tentu saja ia berbohong. Ada tujuan lain yang membawa Alish datang ke rumah Arga.

***

Malam ini Alish merasa tidak tenang. Ia bingung dengan perasaannya sendiri, apakah ia masih menyukai Elden atau apakah ia sudah benar-benar mengikhlaskannya.

Entahlah, rasanya bebannya tambah berat ketika mengetahui Arga orang yang sudah ia anggap sahabat sendiri menyukai dirinya. Ia tak mau membuat Arga kecewa jika nanti ia tak bisa membalas perasaan Arga.

Kehadiran Arga dan keluarganya membawa banyak perubahan dalam hidup Alish. Mereka adalah orang-orang yang berjasa dalam hidupnya. Kebaikan umi Fatimah, Arga, maupun Abi Farhan tak akan pernah Alish lupakan.

"Kenapa Lo bisa suka sama gue sih Ar?" Alish bermonolog pada dirinya sendiri.

Rasanya ia butuh udara segar. Alish pun keluar dan duduk di balkon. Ia membawa sebuah buku yang dulu pernah ia pakai untuk menuliskan curahan hatinya. Ia membuka lembaran-lembaran itu.

Ia tersenyum melihat tulisan miliknya dibuku itu.

"Ternyata gue pernah minta agar Elden gak kembali," ucap Alish tersenyum.

Antagonis HijrahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang