Sejak mengangkat telpon, Tania tidak kembali lagi ke rumah Alish. Entahlah kemana ibu Elden itu pergi Alish tak tahu.
Umi Fatimah yang sekarang masih menemani dirinya disaat-saat terpuruk seperti ini. Setelah beberapa jam berada di rumah Alish. Akhirnya umi Fatimah bisa membuat Alish tenang.
"Umi pamit pulang dulu, Nak. Maaf tidak bisa menemani kamu," ujar umi Fatimah.
"I--iya Umi gak apa-apa, terimakasih sudah mau datang, salam juga untuk abi Farhan," ucap Alish. Mata Alish masih terlihat sembab karena terlalu lama menangis.
"Arga kamu mau pulang bareng Umi?" tanya umi Fatimah melirik kearah Arga.
Arga melihat kearah Alish sebentar setelah itu ia menatap umi Fatimah.
"Boleh Arga disini nemenin Alish dulu gak Mi?" ucap Arga dengan tatapan memohon pada umi Fatimah.
"Lo pulang aja, Ar. Gue udah gak apa-apa," ujar Alish.
Umi Fatimah tersenyum melihat Arga. Ia tau bahwa anaknya itu masih khawatir pada Alish. Mungkin ia khawatir jika Alish sendirian lagi, ia akan bersedih dan meratapi kepergian orangtuanya lagi.
"Maaf Ibu, Mas, apa tidak mau makan dulu?" ucap bi Marni yang baru saja datang.
Umi Fatimah melihat kearah bi Marni. Ia tersenyum ramah. Sepertinya jika ada bi Marni, Arga tidak terlalu berduaan dengan Alish.
"Terimakasih atas tawarannya Bi, maaf Saya harus pulang," ucap Umi Fatimah dengan ramah.
"Ya udah, gw antar Umi ke depan dulu Lish..." ujar Arga.
Alish pun mengangguk. Sebenarnya ia merasa tak enak kepada Umi Fatimah. Ia sudah berjanji untuk menjaga jarak dengan Arga. Tapi apa? Sekarang Arga malah terang-terangan berucap bahwa ia ingin menemani Alish.
Umi Fatimah berjalan mendekati Alish. Ia memeluk Alish sebentar.
"Kamu yang sabar, Nak. Kamu harus ikhlas. Allah tidak memberikan ujian melebihi batas kemampuan hambanya. Umi sudah anggap kamu sebagai anak Umi. Jadi kamu jangan pernah merasa sendiri lagi," ujar Umi Fatimah.
Alish hanya diam di dalam pelukan umi Fatimah. Hangatnya pelukan seorang ibu bisa ia rasakan ketika memeluk umi Fatimah. Ia sangat bersyukur bisa bertemu dengan orang baik seperti keluarga Arga.
Dengan perlahan Alish melonggarkan pelukannya. Ia menatap kearah umi Fatimah.
"Terimakasih Umi..." ucapnya. Hanya itu yang bisa Alish katakan.
"Maaf. Neng Alish makan dulu yuk, Bibi sudah panaskan sayur sop nya. Sudah sore loh, Neng Alish cuma baru makan roti tadi pagi," ujar bi Marni. Ia khawatir Alish sakit jika tidak mau makan.
"Lo belum makan Lish? Ya udah Lo tunggu di meja makan. Nanti gue temenin, ngedate kita," ujar Arga sambil tersenyum. Ia berusaha menghibur Alish yang sedang berduka.
"Argaaaa," panggil umi Fatimah.
Arga melihat kearah umi Fatimah dan terkekeh. "Hehe... bercanda Umi."
"Ya sudah Umi pulang dulu, Nak," pamit umi Fatimah.
"Hati-hati, Mi."
***
Arga mengantarkan umi Fatimah sampai gerbang.
"Sebelum maghrib harus sudah pulang ke rumah ya, awas kalau telat. Nanti Abi marah."
"Iya-iya Umi," jawab Arga.
"Ingat jaga jarak, jangan ambil kesempatan di dalam kesempitan. Umi sudah tau kelakuan kamu," ujar Umi Fatimah lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonis Hijrah
Teen Fiction"Kamu tau tidak kisah percintaan Zulaikha dan nabi Yusuf?" tanya umi Fatimah sambil menyuapkan bubur kedalam mulut Alish. Alish membuka mulutnya dan memakan bubur itu, ia menggelengkan kepalanya tanda tidak tahu akan kisah itu. "Ketika Zulaikha men...