16

33.8K 4.4K 480
                                    

Hari ini adalah hari kedua Alish belajar mengaji. Semuanya berjalan dengan baik sama seperti kemarin, Alish sudah mulai bisa mengikuti pelajaran yang diberikan ustadzah Syifa. Meskipun ia masih belajar tentang dasar-dasar ilmu agama, tapi ia bersyukur karna ia masih diberi kesempatan oleh Allah untuk belajar dan memperbaiki dirinya.

Sama seperti kemarin juga, Alish pulang bersama Elden, sebenarnya ia tak mau lagi berhubungan dengan Elden. Tapi mau bagaimana lagi pak Yadi--supirnya tidak bisa menjemput dan ia juga tak mau terlalu merepotkan Arga. Lagi-lagi karena alasan "tetangga" membuatnya terpaksa harus menerima ajakan Elden.

"Stop, gue mau turun disini," ujar Alish saat mobil mereka sedang berada di bawah jembatan.

Elden langsung meminggirkan mobilnya dan berhenti.

"Ada apa?" tanya Elden bingung. Karena sejak tadi Alish tak berbicara apapun dan tiba-tiba sekarang ia minta diturunkan dipinggir jalan.

"Bukan urusan Lo! Thanks udah anter gue." Setelah itu Alish keluar dari mobil. Sementara Elden masih tetap diam dan memerhatikan Alish dari kejauhan.

•••

"Duh ini bener gak sih, Rizwan tinggal disini," gumam Alish sambil mendekati tenda-tenda yang berjejer dipinggir kolong jembatan.

"Assalamualaikum, permisi Pak, apa disini ada anak yang bernama Rizwan?" tanya Alish pada salah seorang yang berada disana.

"Waalaikumsalam, ooh nak Rizwan yang jualan tisu itu bukan, Mbak?" tanya orang itu.

"Iya, pak. Kalau boleh tau dia dimana ya?" tanya Alish lagi.

"Kalau sore-sore gini, Rizwan masih jualan, Mbak."

"Di daerah mana ya Pak?" tanya Alish masih berusaha mencari tau keberadaan Rizwan.

"Waduh kalau itu saya tidak tau ,Mbak."

Alish tersenyum ramah, "Yasudah terimakasih Pak, ohiya ini ada sedikit rezeki, saya titip juga untuk yang lainnya ya pak," ujar Alish mengeluarkan beberapa lembar uang dari dalam tas nya dan memberikannya pada pria paruh baya itu.

"Masyaallah, Mbak baik sekali. Terimakasih, Mbak. Jazakallah Khairan Katsiran, semoga Allah membalas kebaikan Mbak-nya," ujar orang itu sambil sedikit menitihkan air mata.

Alish tersenyum kepada orang itu,"Aamiin... sama-sama, Pak. Kalau begitu saya pamit Pak, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

***

Elden masih memperhatikan Alish dari kejauhan, pandangannya tak lepas memerhatikan pergerakan Alish terus-menerus. Sampai akhirnya ia melihat apa yang dilakukan Alish.

Ia melihat Alish memberikan sejumlah uang kepada seorang pria paruh baya disana. Alish tersenyum begitu ramah dan sopan terhadap pria itu. Alish benar-benar berubah. Sikapnya benar-benar berubah. Sekarang ia percaya Alish bukan Alish yang dulu lagi.

Namun sialnya, semakin ia mempercayai Alish telah berubah semakin ia bingung terhadap perasaannya sendiri. Ia tak mau menyakiti Raina, tapi ia juga tak mau kehilangan Alish di dalam hidupnya.

Alish adalah satu-satunya gadis yang berani mengutarakan perasaannya pada Elden, Alish adalah satu-satunya gadis yang mengklaim Elden miliknya padahal tak ada ikatan apapun diantara mereka, Alish adalah satu-satunya gadis yang rela dibenci satu sekolah hanya karna tak mau Elden dekat dengan wanita lain, dan Alish adalah satu-satunya gadis yang rela berjuang selama lima tahun untuk mendapatkan Elden. Ya, Alish dan Elden sudah kenal sejak mereka SMP.

Antagonis HijrahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang