Wasiat (77)

178 18 0
                                    

Kak Rahmat membuka laci meja kerja milik bapak dan mengambil sebuah map.

"di map ini tertulis, sanggar persilatan milik almarhum pak ketua, dan seisinya akan di berikan kepada putra termuda beliau, Abri Syam"
Jelas kak Rahmat.

Aku kaget juga bingung dengan semua ini.
"t...tunggu dulu!, sepertinya ada sesuatu yang salah..... Aku bahkan tidak bisa mengingat satu gerakan atau apalah namanya itu dalam persilatan!"

"ini di tanda tangani pak ketua sekitar 2 bulan sebelum Abri kecelakaan"
Sambung kak Rahmat.

"aku tidak tahu apa-apa!, kak Nima yang lebih berhak untuk posisi ketua!, bukan aku.... "

"tapi itu wasiat bapak"
Kak Nima memasuki ruangan ini juga.
"mau bagaimanapun...., Bapak sudah memutuskan, keputusan ketua tidak bisa kita ganggu dan harus kita jalankan!"

"jangan bilang kalau kakak sudah tahu soal ini juga?!"

Kak Nima menundukkan kepalanya.
"harusnya kak Aryo yang menempati posisi itu, bukan kamu ataupun kakak bri"

"lihat!, kak Nima juga tidak setuju, kalau begitu kita minta saja kak Aryo untuk...... "

"ini permintaan almarhum pak ketua!, Abri akan tetap menjadi ketua selanjutnya!"
Teriak Nima kepada seluruh penghuni sanggar.

"kubilang aku sama sekali tidak siap!!!!!, aku bahkan tidak bisa ingat gerakan silat!, aku hanya tahu sedikit gerakan yang di ajarkan kak Aryo saat di kamar"
Ucapku.

"Abri, apa kamu tidak mau menyanggupi permitaan terakhir bapak?"
Tanya kak Nima.

"tapi kak....., aku tidak bisa!"

"huffff....., kalau begitu kumpulkan seluruh anggota!!!"
Perintah kak Nima.

Kak Rahmat dan kak Wira segera keluar dan memberitahu anggota yang lain untuk berkumpul.

Setelah yang lain berkumpul, kak Nima mengajakku menemui mereka untuk membicarakan sesuatu.

"baiklah, semuanya sudah di sini?"
Tanya kak Nima.

"siap ketua..., semuanya sudah di sini"
Jawab kak Rahmat.

"kalau begitu langsung saja, seperti yang kalian tahu... Posisi ketua dalam kapal kita sekarang sedang kosong. Amanah terakhir dari ketua sebelumnya adalah menjadikan anak termuda beliau, Adikku sebagai ketua selanjutnya. Tapi kalian bisa lihat sendiri, belum ada kesiapan di dalam dirinya"
Kak Nima sungguh tegas....
"maka dari itu!, aku akan menunjuk ketua sementara untuk memimpin tempat ini hingga Abri siap!, Rahmat!"

"Siap ketua!"
Sahut kak Rahmat.

"kau akan menerima tanggung jawab ini sampai Abri bisa siap"

"tentu saja, saya akan pastikan tempat ini dan seluruh isinya dalam kondisi baik-baik saja"

"Tunggu!!!!!!!!, ketua!, kenapa Rahmat yang terpilih?!"
Protes kak Wira.

"kalian tahu kan?, Rahmat ini adalah salah satu murid terbaik di sanggar kita ini, dan dia juga di angkat langsung menjadi asisten ketua sebelumnya, satu lagi, berhenti memanggilku ketua!"

"hehehe maaf kak...."

"baiklah itu saja! KEMBALI LATIHAN!"

"TUNGGU SEBENTAR!"
Sahut seseorang yang baru saja memasuki sanggar.

Orang itu memiliki perawakan yang tinggi, tegap, kekar dengan hiasan potongan rambut cepak.
"Saya menolak!"
Katanya.

"om Arif!"
Ucap kak Nima.

Siapa orang ini?
Tanyaku.

"ada apa om datang kesini?!"
Tanya kak Nima pada orang itu.

"kamu tadi bilang apa sama anggota?!, menjadikan Abri sebagai ketua yang baru?!, om menolak!"
Bentaknya.

"om tidak bisa memutuskan itu!, sanggar ini milik almarhum bapak dan bapak sudah memutuskan untuk menjadikan Abri sebagai ketua"

"kau mau melawan pamanmu?!, dengar Nima, Om ini adalah adik dari bapakmu satu-satunya! Dan om tentu berhak atas sanggar ini"

"tidak!, sanggar ini di bangun dari keringat bapak sendiri, tidak ada sangkutannya dengan warisan turum temurun dari keluarga!"

"jadi kamu memang mau melawan pamanmu?! Dasar perempuan tidak sopan kamu!!!!"
Orang itu hendak memukul kak Nima, tapi langsung di halau oleh kak Wira dan kak Rahmat.

"Ketua Arifin kami minta maaf"
Ucap kak Rahmat.

"minggir kalian berdua!, kalian itu hanya bawahan di sini!"

"om Arif, pergi dari sanggar ini sekarang atau kami tidak akan segan"
Kak Nima mengusir orang itu.

"om akan kembali lagi!, kalian ingat saja itu"
Dan orang itupun pergi.

Satu pertanyaan langsung ku ajukan pada kak Nima.
"kak, orang tadi siapa?"

Dan kak Nima menjawab...
"adik dari bapak, om Arif. Abri, kamu harus secepatnya bisa siap menjadi ketua!"

"ke...kenapa?"

"jika tidak...., kita akan kehilangan peninggalan milik bapak ini!"

"Ketua Nima, jangan khawatir. Saya akan melatih Abri sampai dia bisa siap"
Kata kak Rahmat.

"aku juga!"
Kata kak Wira.

"kita harus targetkan!, Abri harus sudah menjadi ketua dalam 3 minggu ini!"

"tiga Minggu?!, Kak Nima bercanda?!"

*****

Maaf ya, bagian ini mungkin cuma berisi konflik keluarga :v

Janyan lupa vote :)

Selir Hati (Sejenak#2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang