Part 19

2.4K 244 17
                                    

Mendengar permintaan Joy, tentu saja Profesor Park tercengang. Apa dia sudah gila? Batin Profesor Park.

"Maaf Nona. Saya gak bisa melakukan itu." Tolak Profesor Park tegas.

"Kenapa? Kau mau menunggu sampai Adikku sekarat?!" Tanya Joy berang.

"Tapi kami gak bisa melakukan itu Nona. Donor jantung gak bisa dilakukan dengan pendonor yang sehat. Kita bisa melakukan operasi itu saat keadaan pendonor sudah meninggal secara klinis atau medis." Jelas Profesor Park.

"Jadi kalian menolak?"

"Tentu Nona. Kami gak bisa melakukannya."

"Baiklah kalau begitu."

Joy melangkah ke arah nakas sebelah bangsal Lisa dimana terletak pisau buah disana. Joy mengambil pisau itu tanpa ragu dan langsung berniat mengiris pergelangan tangannya dengan pisau yang tajam itu. Tentu saja Profesor Park panik bukan main.

"Nona, apa yang Anda lakukan?!" Profesor Park berusaha mendekat.

"Diam disana! Atau pisau ini menancap ke perutku!" Ancam Joy keras.

"Kita bisa bicarakan ini baik-baik Nona. Letakkan pisau itu." Profesor Park berusaha tenang.

"Kau yang gak mau bicara baik-baik. Periksa kecocokan jantungku atau aku akan benar-benar bunuh diri disini. Aku rela melakukan apapun untuk Adikku. Apapun itu walau harus mati sekalipun."

"Baik Nona. Kita tes kecocokan jantung Anda besok. Sekarang letakkan pisau itu. Oke?"

Joy tak langsung menaruh pisaunya. Dia melihat mata Profesor Park dalam-dalam. Tak ada kebohongan disana. Joy pun langsung menaruh pisau buahnya dan mengambil kursi untuk duduk di sebelah bangsal Lisa. Lisa tampak masih tertidur dan Joy kembali mengelus rambut Lisa.

"Jam berapa aku bisa melakukannya?" Tanya Joy.

"Anda bisa datang saat Anda selesai sekolah." Sahut Profesor Park.

Joy mengangguk paham. "Kau boleh pergi."

Akhirnya Profesor Park pergi meninggalkan ruang rawat Lisa. Joy kembali menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi dan menatap langit-langit rumah sakit dengan pandangan muram. Para bodyguard sedang pergi membeli kopi jadi mudah bagi Joy untuk mengancam Profesor Park. Jika ada para bodyguard, sudah pasti dia akan dikepung oleh mereka. Mungkin dengan ini aku bisa menyelamatkan Lisa. Batin Joy.

Eonnie, jangan lakukan itu.

***

Keesokan harinya Joy masih tertidur di sofa dengan selimut yang menutupi tubuh langsingnya hingga sebatas dada. Semalam dia menginap di rumah sakit hingga tanpa sadar tertidur tanpa selimut. Jadi Irene yang menyelimutinya saat dia datang. Irene seperti biasa membasuh tubuh Lisa dengan air hangat. Kini Lisa sudah lepas dari ventilator. Tapi EKG nya masih menempel di tubuhnya. Jadi Lisa hanya membaluti tubuhnya dengan selimut. Lisa menatap Joy yang masih tertidur dengan rindu. Lisa sedih saat melihat wajah lelah Joy sekarang. Irene mengikuti tatapan mata Lisa dan menyadari kalau Lisa sejak tadi melihat Joy yang tertidur. Irene mengerti. Anaknya sangat merindukan Kakaknya yang kemarin belum sempat dia lihat. Tapi saat Kakaknya ada disini, malah sedang tertidur. Dielusnya rambut panjang Lisa dengan sayang.

"Sayang, makan dulu yuk. Kamu lapar kan?" Tanya Irene.

Lisa hanya mengangguk. Irene mengambil makanan yang sudah diantar lalu menyuapi Lisa dengan sabar. Lisa memakan makanannya dengan pelan karena tenggorokannya masih sedikit sakit. Beruntungnya Lisa bisa menghabiskan makanannya. Irene membereskan tempat makan Lisa lalu beralih ke Joy. Joy masih tertidur pulas. Sebenarnya dia tak tega membangunkan Joy. Tapi dia harus makan. Jadi perlahan Irene membangunkan anaknya yang bertubuh paling tinggi itu.

I Want To Be LovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang