Mencoba Ikhlas
Arra menutup pelan Pintu Kamar Ummah Inun, setelah memastikan bahwa Ummah Inun dan Dek Ais sudah Tidur. Arra memegang Dadanya yang terasa Sesak, Air matanya yang Jatuh pun Arra tidak sadar.
"Ya Allah, Coba ini mengapa begitu Berat."Lirih Arra.
Banyak hal yang mengganggu Pikirannya, salah satunya Nasib Ummah Inun dan Dek Ais. Berat rasanya jika harus meninggalkan mereka Nantinya. Arra sadar bahwa dirinya tidak mungkin selalu Menemani Ummah Inun dan Dek Ais, Arra punya Tanggung Jawab sebagai seorang Istri.
"Kenapa Dek?"Tanya Zamal membuyarkan lamunannya. Arra menoleh dan tersenyum Pedih.
"Ar-ra Kasihan sama Ummah Bang."
Zamal menarik Arra Pelan kedalam pelukannya, mengelus Kepala Arra dengan Sayang, "Ummah Hanya Butuh Waktu untuk Mengikhlaskan kepergian Ayah Dek.""Lebih Baik Kamu istirahat, Aldo udah nunggu kamu dari tadi."Arra mengangguk pelan.
"Arra Ke kamar Duluan Bang."Ucap Arra Parau.
Arra meninggalkan Zamal yang masih berdiri di Depan Kamar Ummah Inun. Memasuki Kamarnya yang sudah Gelap, mungkin Aldo sudah Tidur, Begitu Pemikiran Arra. Arra Melepaskan Hijabnya, lalu berlalu kedalam Kamar mandi untuk membersihkan Diri.
Setelah keluar dari dalam Kamar mandi, Arra Kaget saat mendapati Aldo yang Duduk di Atas Ranjang sambil menatapnya dengan pandangan Sayu, karena mengantuk. Aldo Tidur tidak menggunakan Baju atasan, Karena Suasana malam ini sedikit Panas. Apalagi Di Rumah Arra Tidak Ada AC, hanya ada Kipas angin yang terus bergerak ke kiri dan ke kanan.
"Kak Al Kenapa?"Tanya Arra Bingung.
"Lu dari mana aja, udah jam berapa sekarang?"Tanya Aldo Balik.
"Arra tadi nemenin Ummah Dulu kak. Kalo kak Al ngantuk, tidur aja lagi."
Aldo Menepuk Tempat Kosong di sebelahnya, "Sini."Arra mengangguk patuh, dengan pelan Arra Naik ke Atas kasur, "Kenapa Kak?"
"Lu Nangis?"Tanya Aldo to the point.
"Em, Engga.”
"Ra, lu jangan Coba-coba Boongin gw, kenapa Hm?""A- aww shhh, Kak Al."Ringis Arra Sambil Memegang Perutnya yang seperti di Remas-remas. Aldo panik, "Kenapa Ra?!"
"Gw udah Bilang, lu jangan terlalu Stres. Lu Lupa sama apa yang di Bilang Tante Ameng kemaren?""Ini bukan pertama kalinya Ra, Kalo Lu stres bahaya buat kandungan lu, kasihan Dia Ra."Sambung Aldo.
"Sakit Hiks, jangan Marah-in Ar-ra."Pinta Arra dengan sesekali Meringis sakit.
Aldo menghela nafasnya berat, "Sorry, Sekarang masih Sakit?"Arra mengangguk Polos dengan lelehan air matanya.Aldo Membuka sedikit Baju atasan Arra, sehingga menampakkan Perut Buncit milik Arra, "Anak Ayah jangan Nakal ya, kasian Bundanya Tuh kesakitan."Ucap Aldo sambil Mengelus lembut Perut Arra, Seakan-akan berbicara dengan si Jabang bayi.
"Gw Ambil Minyak Kayu putih bentar."Arra hanya mengangguk patuh, perutnya sedikit lebih Relaks.
Aldo mengusapkan Minyak Kayu putih ke Atas perut Arra, sedikit melantunkan Surat-surat Pendek, Seperti An-Nas dan Al-Ikhlas. Sekitar beberapa Menit, Suara Ringisan Arra sudah berhenti dan tergantikan dengan Dengkuran halus Wanita itu."Lu kuat Ra, Gw yakin Ayah pasti Bangga punya Anak kaya Lu."Aldo mengusap lembut Kepala Arra yang Tidak tertutup Hijab, mengecup Pelan Bibir Mungil wanitanya itu. Sudah jadi Rutinitas Aldo, Toh mereka sudah Halal, dapat Pahala Pula.
Aldo mematikan Lampu Kamar mereka, di Kamar Arra tidak ada lampu Tidur. Tapi tenang saja, ini tidak begitu gelap karena mereka masih dapat pencahayaan dari Lampu Kamar Mandi yang pintunya sengaja di Buka lebar.
•••
Pagi ini, Arka dan Dek Ais sedang main Ayunan di Halaman Rumah Keluarga Ar-rahman. Dek Ais selalu bercerita tentang dirinya dan teman-teman sepermainannya. Sedangkan Arka Hanya jadi Pendengar yang Baik, sesekali melempar pertanyaan.
"Dek Ais itu Suka mandi di Sungai."Celoteh Gadis Kecil itu, Dek Ais.
Arka Nampak terkejut, "kenapa mandi di Sungai?""Seru! Bisa lompat dari atas Perahu, terus bisa bebas berenang."
Arka menggeleng pelan, Gadis sekecil Dek Ais mandi di Sungai dan sudah berani melompat dari atas Perahu, besar juga nyali gadis Kecil itu.
"Jangan lagi."Ucap Arka.
Dek Ais mengerucutkan bibirnya kesal, "Nanti Dek Ais ga di Temenin Naura lagi.""Kenapa gitu?"Tanya Arka Bingung.
"Sini Dek Ais Bisikin, nanti kedengaran Ummah."Arka mendekatkan wajahnya agar bisa mendengarkan bisikan Dek Ais.
"Naura tau kalau Dek Ais pernah Curi Uang Ummah."Bisik Dek Ais Pelan, Hal itu tentu saja membuat Arka Terkejut. Gadis sekecil Dek Ais berani mencuri?"Siapa yang Nyuruh?"Tanya Arka Datar.
"Naura, dia suruh Dek Ais ambil uang Ummah. Terus Duitnya buat Naura Beli Permen karet."Jelas Dek Ais.
Arka menghela nafasnya pelan, mau marah juga percuma. Gadis sekecil ini mana paham jika di beri pencerahan dari dirinya, "Jangan Mau lagi."
"Gini ya Dek, Mencuri itu tidak Baik. Kalo mencuri lagi dapat Dosa, Dek Ais Mau dapat Dosa?"sambung Arka, di susul pertanyaan Di akhir Kalimatnya.
Dek Ais menggeleng cepat, "Ndak Mau!"Tegas Dek Ais.
"pinter."
Tidak berapa lama, Mereka melihat Ummah Inun yang keluar dari dalam Rumah dengan pakaian Rapi dan Cantik. Berjalan sambil menenteng Plastik Berwarna Hitam dan satu botol besar Air mineral, Entahlah mereka tidak tahu untuk apa itu.
"Ummah kemana?!"Teriak Dek Ais.
"Ke Rumah Ayah Bentar Dek, Kamu tinggal sama Bang Arka ya?"Dek Ais hanya mengangguk Polos.
Gadis kecil itu salah mengartikan Ucapan Ummahnya, Dek Ais Pikir Ummah Inun akan pergi ke rumah Kakek Rohiman, padahal sebenarnya Ummah Inun pergi berkunjung ke Makam Ayah Rahman, Suami Tercintanya.
"Titip Dek Ais ya Ka, Bibi Mau Pergi sebentar. Kalau dia mau makan kasih tahu Arra, Biar Arra yang ngasih Makan."Pesan Ummah Inun yang di 'iya' kan Oleh Arka.•••
"Assalamualaikum Bang."
"Ainun Datang Lagi."Ucap Ummah Inun Tersenyum lembut menatap Gundukan Tanah itu.
"Ainun ke sini Ga akan Nangis kok Bang, Ainun cuman Rindu, makannya Ainun ke sini."
"Bang, Ainun InsyaAllah belajar untuk Ikhlasin Abang. Tunggu Ainun ya Bang. Ainun pernah Nonton Ceramah Bang, Masa kata Pak Ustadznya kalau Laki-laki Dapat Bidadari di Surga. Ainun sih Percaya, Tapi kata Pak Ustadz itu lagi, Bidadari yang paling Cantik adalah Istri Sholehah. Semoga Ainun termasuk ke dalam Golongan Istri yang Sholehah ya Bang. Aamiin.""Aamiin."
Ummah Inun Menaburkan Bunga yang sudah dirinya Racik tadi dan Mencurahkan Air mineral pada batu Nisan itu. Setelah selesai, tidak lupa Ummah Inun mencium Nisan yang Bertuliskan Nama Suami tercintanya, Ar-rahman. Ummah Inun bertekad untuk belajar mengikhlaskan kepergian sang suami. Dia yakin, Kepergian Ayah Rahman tidak akan membuat rasa Cintanya Mati.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANATASYA AR-RAHMAN [ON GOING]
Teen FictionAyah Rahman Hanya Diam, Dia menatap dalam Arra yang kini semakin terisak, sambil menunduk memegang Pipinya yang di Tampar Ummah Inun. "JE-LAS-KAN!"Tegas Sang Ayah Rahman. Arra mendongak menatap sang Ayah dalam. "Arra, Di perkosa."Lirih Arra dengan S...