Part 22 | Nurut

5.7K 413 12
                                    

"Gue... Eemm..."

"Anu Al, macet. Haha iya macet..." alibi Leo dengan jantung yang rasanya ingin loncat dari tempatnya. Ia menggaruk tengkuknya dengan wajah cengengesan bercampur rasa takut, seperti tahanan yang ketahuan hendak kabur dari penjara.

Alsha berdecih mendengar alasan tak masuk akal dari Leo.

"Kalo misalnya macet, gue pasti juga bakalan baru pulang kayak elo. Tapi gue pulang jam lima, dan lo pulang jam 10. Juga lo kan pulang duluan, seharusnya lo udah sampe duluan daripada gue."

"Tadi gue gak kena macet tuh."

Alsha mencoba mengikuti dari ucapan Leo yang katanya terkena macet. Padahal tadi saat ia pulang sekolah jalanan lancar-lancar saja, tidak ada kemacetan. Dan semisal ada kemacetan, tidak mungkin sampai jam 10 malam, dan kalaupun iya ada kemacetan, Leo kan bisa mencari jalan lain. Lagipula cowok itu menggunakan motor yang lebih mudah menyelip diantara mobil-mobil.

Leo, cowok itu meringis dalam hati. Ia merutuki alasan konyol yang tadi ia ucapkan. Ia yakin jika Alsha sudah tahu kalau dirinya pergi bermain dengan temannya. Tapi Alsha berbicara begitu untuk mendesak dirinya agar berkata jujur dan mengaku dengan kesalahannya.

Dan akhirnya Leo mendengus pasrah. Membuat alasan sebagus apapun pasti akan ketahuan bohongnya jika yang dibohongi adalah Alsha.

"Iya-iya gue tadi pulang sekolah langsung pergi main. Gak pulang dulu." ucap Leo dengan jujur. Wajah-nya kembali was-was dan menunggu reaksi apa yang akan Alsha berikan.

Alsha belum bembalas ucapan pengakuan dari Leo. Ia berjalan pelan kearah tempat Leo berdiri, dan berhenti tepat didepan cowok itu.

Dan Leo pun hanya waspada dengan pergerakan Alsha yang mendekat dan berdiri didepannya. Apakah Alsha akan menjambaknya, atau akan memukulinya, dan atau juga ingin memberinya cubitan maut. Ia bergidik ngeri dalam hati. Leo berharap tidak akan mendapatkan opsi ketiga. Dirinya lebih memilih dipukuli dari pada dicubit oleh cubitan Alsha yang sangat pedas.

Dan Alsha, dengan wajah santai ia menepuk-nepuk puncak kepala Leo dengan sengaja agak keras, membuat Leo menunduk sedikit karna menahan ringisan.

"Bagus. Jadi orang tuh yang jujur." Alsha menarik kembali tangannya dari kepala Leo, Dan menarik lengan atas Leo agar segera pergi dari sini.

Dan Leo mengikuti aturan Alsha yang menyuruhnya pergi. Ia melangkah dengan wajah dan perasaan yang bingung dengan perlakuan Alsha yang seperti ini. Apakah Alsha benar-benar tidak marah dan mengomelinya?

"Cepet mandi, habis itu makan, gue udah masak."

Hah?

Leo mengernyit dan menoleh kearah Alsha yang sudah duduk disofa dengan laptop dipangkuannya.

Leo menjadi semakin tak mengerti. Apakah Alsha sudah menjadi cewek yang sabar dan lapang dada?

Ia terus berjalan menaiki tangga untuk menuju kamarnya, dengan otak yang masih menerka-nerka. Tumben, Alsha tidak memarahinya, biasanya Leo langsung terkena semprot.

Ia tidak mau banyak protes dan bertanya apapun yang nantinya malah akan membuat Alsha menjadi berubah pikiran.

Mungkin ini adalah hari baiknya. Alsha seperti memberi sedikit keringanan untuknya. Ya, ia harus bersyukur karna bisa pulang nongkrong dengan telinga yang sehat sentosa.

Leo mengganti pakaian sekolahnya menjadi pakaian biasa. Celana longgar selutut dan juga kaos putih. Pakaian simpel yang membuat dirinya nyaman.

Sebelum keluar dari kamar, Leo mencarger ponselnya yang hampir sekarat. Setelah itu ia segera keluar dari kamarnya dan menuruni tangga untuk menuju keruang makan.

AL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang