Kangen nulis, kangen YoonMin, kangen wattpad, kangen yang baca....
Masih pada inget ff ini nggak, ya? :"))))))))
Raut wajah sendu tak berhenti terlihat dari pria yang semakin hari semakin mengkerut dimakan usia, perasaan khawatirnya kian bertambah kala lelaki yang telah ia anggap seperti putranya sendiri itu sama sekali mengabaikan kesehatannya.
Jangankan makan, memejamkan matanya pun lelaki itu enggan. Membuat Tuan Go hanya bisa semakin kencang merapal doa, berharap Tuhan akan menjaga Yoongi dari keputusasaannya.
"Sudah tiga hari Anda hanya terdiam seperti ini di atas ranjang, Tuan. Bukankah setidaknya kali ini Anda perlu mengisi perut Anda dengan sesuatu?"
Mendeceh pelan, Yoongi mengangkat tipis kedua sudut bibirnya, masih dengan matanya yang menatap kosong balkon kamarnya. "Lagi pula Hoseok akan segera melancarkan keinginannya, mengapa aku harus memperjuangkan sesuatu yang sudah jelas bagaimana akhirnya? Aku tidak perlu mati dalam keadaan perut penuh dengan makanan, aku tidak butuh bekal untuk menyeberangi jembatan nanti."
"Jimin akan sedih jika dia melihat keadaanmu saat ini."
"Itulah sebabnya aku memintanya pergi."
Bayangan itu kembali hadir dalam benaknya, bagaimana Jimin saat itu meminta dirinya untuk menjadi seorang teman, memaksanya menaiki kursi roda dan membiarkan matahari mencium tubuhnya setelah sekian lama Yoongi hanya ditemani oleh dinginnya malam. Yoongi masih mengingatnya, besar inginnya untuk memberitahu Jimin bahwa ia pun bersedia untuk menerima pertemanan mereka. Akasia kuning. Lambang cinta dan persahabatan.
Ia tersenyum tipis.
Mungkin selamanya perasaan cinta suci yang mereka miliki akan terpendam tanpa pernah orang lain ketahui.
"Jimin tidak pernah meninggalkan kamarnya sejak kau memutuskan semuanya tiga hari yang lalu. Dia melakukan apa yang Anda lakukan, Tuan." Melihat Yoongi terdiam mendengar ucapannya, Tuan Go melanjutkan. "Aku tidak akan menghalangi keputusan yang Anda pilih. Ini hidup Anda, bahkan jika Anda akan menyerah pada Tuan Jung sekalipun. Tetapi pastikan Anda tidak akan menyesali setiap keputusan yang pernah Anda buat."
Pria paruh baya itu menarik napasnya dalam, menautkan jemarinya di atas paha selagi duduk di tepi ranjang. "Izinkan aku mengatakan ini sebagai seseorang yang lebih tua darimu, Tuan. Tetapi aku ingin kau kembali mengingat bagaimana dengan susah payah Jimin berusaha mengetuk pintu hatimu, dan bagaimana pada akhirnya sebuah senyuman kembali muncul di kedua sudut bibirmu. Jika aku boleh jujur, aku lebih menyukai senyuman itu ada padamu, Yoongi-ya," ujarnya. "Aku merasa bahwa aku melihat dirimu yang dulu ….
"… Yoongi yang kuat dan dipenuhi dengan kasih sayang."
Pria itu berdiri dari duduknya, menarik napasnya dalam kala ia berdiri tepat di muka pintu kamar. "Pengacara Choi akan datang malam ini, aku akan menghubungi dia dan memberitahukan apa yang harus dia lakukan selanjutnya. Beristirahatlah, Tuan."
***
Ponsel bermerek terkenal itu hancur menjadi beberapa kepingan bersentuhan dengan dinding, ketika tangan kekar itu membantingnya kasar.
Amarah masih terus berada di puncak emosinya, Kim Taehyung, kehilangan kesabarannya menunggu Jimin kembali pada kehidupan normalnya.
Ia sudah mendengarnya dari Nyonya Park, tentang alasan mengapa pemuda mungil itu selalu menghindari teleponnya.
Taehyung kira dirinya akan merasa lega setelah mendengar bahwa calon suaminya tak lagi akan berhubungan dengan pria Min, tetapi berbagai macam pemikiran buruk ternyata justru semakin kencang membuat ricuh benaknya. Ditambah apa yang telah ia lihat sebelum semuanya terjadi. Hal itu hanya memperburuk suasana hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BORN OF HOPE
FanfictionA Yoonmin Fanfiction "Hanya karena dirimu. Terima kasih, telah membawaku hidup kembali."