"Jimin, kau benar-benar tidak masalah jika harus pergi ke sana sendirian? Butuh waktu kurang lebih dua jam untuk bisa sampai di rumah sakit pusat kota Busan."
Jimin tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Aku benar-benar tidak masalah, Noona," jelasnya pada Kang Seulgi, kepala perawat di rumah sakit tempatnya bekerja. "Aku justru minta maaf karena tidak bisa memenuhi tugasku di sini hari ini."
Wanita itu tersenyum lembut. Ia terlihat begitu tegas, namun lembut di saat yang bersamaan. Pembawaannya membuat orang lain percaya bahwa dia adalah seorang dominan. Ah, melihat Kang Seulgi selalu saja mengingatkan dirinya pada dokter Moonbyul.
"Mereka kekurangan orang karena insiden kemarin. Pusat lebih membutuhkan bantuan kalian saat ini." Ia menepuk bahu Jimin. "Baiklah, kau boleh menggunakan mobilku jika kau mau. Ah, tidak, tidak. Kau memang harus menggunakannya. Aku ingin kenyamananmu terjamin. Ke mana Sakura dan Yoonjin?"
"Sepertinya mereka masih menyiapkan beberapa keperluan yang harus dibawa."
Seulgi mengangguk paham, mengeluarkan kunci mobilnya dari saku dan meletakkannya di atas telapak tangan mungil Jimin. "Terima kasih banyak, Jimin. Padahal kau belum lama ini bergabung dengan kami tapi, perawat pria berpengalaman seperti dirimu sangat, sangat, meringankan pekerjaan kami."
Jimin tersenyum senang mendengarnya. Merasa lega setelah mendengar ucapan kepala perawatnya.
*****
Rasanya aneh untuk Jimin kembali menginjakkan kakinya ke rumah sakit ini. Ia masih mengingat bagaimana dirinya dan Tuan Go berusaha untuk menyelundupkan Yoongi keluar dari kediaman keluarga Min untuk mendapatkan terapi dan pemeriksaan yang menyeluruh. Ia masih mengingat dengan jelas segelintir harapan yang ia pegang ketika Yoongi memulai terapinya.
Bagaimana bisa pria itu pergi begitu cepat?
"Jimin Oppa?" Sakura, gadis keturunan Jepang itu menyentuh pundak Jimin, membuat Jimin menoleh terkejut. Melepaskan kepalan tangannya yang mengerat, hingga melukai telapak tangannya sendiri. "Kenapa?"
Jimin tersenyum dan menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan kecanggungan. "Tidak ada. Ayo, masuk." Ajaknya pada keduanya.
Ia disapa oleh kepala perawat dan beberapa calon rekannya dalam dinas kali ini. Disambut dengan penjelasan tentang bantuan yang mereka butuhkan di rumah sakit hari ini. Setelah mengerti akan tugas yang diberikan, kepala perawat itu meminta Jimin dan yang lainnya untuk segera naik ke lantai rawat inap, namun belum sempat mereka menaiki lift, tiba-tiba saja seseorang memanggil namanya.
Suara berat yang terdengar menyejukkan telinga.
Ia menoleh terkejut, perasaan senang menghampiri dirinya. Senyuman mulai muncul di bibir manisnya. "Dokter Moon!" sapanya, menundukkan tubuhnya untuk menyapa dengan sopan.
Dokter wanita itu berjalan dengan santai, kedua tangannya berada di dalam saku snellinya. Menyapa beberapa perawat rumah sakit yang juga dikenalinya.
"Dokter Moon," sapa sang Kepala Perawat. "Anda mengenal Jimin-ssi?" Kagetnya.
Moonbyul tersenyum karenanya. "Ah, ya … kami beberapa kali bertemu, dan kakak iparnya adalah sahabat baikku." Ia menepuk pundak Jimin, mulai berbicara pada pemuda Park ketika yang lainnya sengaja mengalihkan pandangan untuk memberi mereka privasi. "Jimin-ssi, kau bekerja di sini?"
Jimin menggelengkan kepalanya. "Ah, tidak. Aku hanya memberikan perbantuan karena pusat memintanya atas insiden kemarin."
"Ah, kau benar." Moonbyul mengangguk. "Pegawai rumah sakit sempat kelimpungan karenanya. Bersyukur sekali kau bersedia membantu. Di mana kau bekerja sekarang? Apa kau masih bekerja sebagai perawat pribadi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BORN OF HOPE
FanfictionA Yoonmin Fanfiction "Hanya karena dirimu. Terima kasih, telah membawaku hidup kembali."