Rasanya menyakitkan bagi Jimin setiap kali ia melihat pasiennya.
Jimin telah gagal menjaga Yoongi.
Karena semua kecerobohan dan kebodohannya, ia membiarkan Yoongi sendirian di tengah mereka yang terus berusaha untuk menghancurkan dirinya.
Bibir berisi itu terus tersenyum, begitu juga dengan lengkungan manis di mata bulan sabitnya tetapi, kekosongan di dalam hatinya, tampak jelas pada netra kecokelatan miliknya.
Jimin tersenyum dan tertawa bersama dengan pasien, para penunggu pasien, dan juga kolega kerjanya, juga bersama keluarga dan keponakan tercintanya, namun begitu ia berhasil mencapai kamarnya, semua kepura-puraan itu luntur begitu saja.
Nyatanya, Jimin tidak bisa berpura-pura bahagia.
Mimpi buruk selalu datang di tengah gelap malamnya, membuat Jimin menjerit dan berkeringat dingin, meremas kuat seprai dan selimut yang digunakannya.
Dan itu semua membuat keluarga Park khawatir tetapi, melihat Jimin yang terus berusaha untuk bersikap baik-baik saja di setiap harinya, mengenyahkan segala keletihannya dan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa, ayah, ibu, Namjoon, dan juga Seokjin memilih untuk berpura-pura tidak mengetahui apa pun. Mereka tidak ingin membuat Jimin merasa tertekan karena telah membuat mereka khawatir.
"Jimin Sunbae."
Jimin menoleh ke belakang saat seorang memanggil namanya, meletakkan beberapa alat suntik yang berada dalam genggaman tangannya. "Oh, Minji-ya." Ia tersenyum canggung, merasa tidak enak karena ketahuan melamun.
"Apa kau masih sibuk menghitung perlengkapan dan persediaan, Sunbae?"
Jimin menggeleng pelan, tersenyum tidak enak. "Apa kau memerlukan sesuatu?"
Gadis muda itu tersenyum tidak enak, menggaruk ceruk lehernya lalu memperlihatkan giginya tersenyum datar. Jimin sedikit menarik napasnya dan menegakkan duduknya, ia masih belum terbiasa dengan fitur wajah Minji yang mirip dengan Kim Taehyung. Jika Jimin tidak tahu bahwa Taehyung adalah anak tunggal, ia mungkin berpikir gadis muda itu adalah adiknya.
"Sebenarnya, Sunbae … kupikir, aku memerlukan bantuanmu dengan kamar 113. Kakek Mo terus mengaduh sakit pada pinggangnya, dia sedang merajuk sekarang."
Jimin tersenyum kecil karenanya seraya berdiri dan melangkah mendekati pintu, menatap juniornya itu dengan tatapan geli. "Kau bisa saja memanggilku sejak awal, Minji-ya."
Perawat muda itu mengerucutkan bibirnya. "Aku merasa tidak enak, Sunbae. Kupikir, kau sedang tidur. Ini sudah pukul dua pagi."
Jimin menggeleng gemas karenanya. "Aku terbiasa tidur saat fajar terbit setiap kali berjaga malam di lantai rawat inap. Itu membuatku merasa lebih tenang. Sekarang, siapa yang menemani Kakek Mo?"
"Beomgyu Sunbae," jawabnya langsung.
Membuat Jimin menghentikan langkahnya untuk sejenak. Menatap Minji tak percaya dengan bibirnya yang sedikit terbuka. Gadis itu pun mengangguk sambil menggigit bibir atas bagian dalamnya.
"Astaga, tentu saja akan terjadi peperangan di sana." Jimin lekas berjalan cepat sambil tertawa kecil.
Ya, Beomgyu dan perselisihan menggemaskannya bersama Kakek Mo adalah salah satu hiburan bagi hati Jimin yang lelah.
*****
Tangan itu bertengger angkuh di dalam saku celana kainnya, menatap bangunan-bangunan terbengkalai lainnya yang tak lebih tinggi dari lantai yang dipijaknya.
"Maaf, sampai saat ini aku tidak bisa mengajakmu untuk bertemu di tempat yang layak, Jungkook-ssi."
Lelaki berparas tampan dengan hidung bangir itu menarik satu sudut bibirnya angkuh. "Lebih baik seperti ini. Kita bisa menghindari banyak hal yang tidak kita inginkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
BORN OF HOPE
FanfictionA Yoonmin Fanfiction "Hanya karena dirimu. Terima kasih, telah membawaku hidup kembali."