BAB 31

806 122 79
                                    

Jimin sama sekali tidak mengatakan apa pun, ia hanya menuruti semua keinginan Taehyung dan melangkahkan kakinya ke mana pun Taehyung melangkah. Sedikit menyebalkan, bagi Taehyung. Tetapi di sisi lain ia juga merasa sangat bersyukur, karena Jimin tidak menolak dirinya. Sebuah kemajuan dalam hubungan mereka yang sempat retak karena Min Yoongi dan semua kisah palsu yang digunakannya, untuk menjerat simpati Jimin, kekasihnya.

"Kau tahu, kita akan merayakan pesta pernikahan kita di sebuah pantai atau taman yang indah suatu saat nanti. Nanti, di saat kau sudah kembali menjadi seperti dirimu yang dulu. Bukankah kau selalu menginginkan pernikahan sederhana yang seperti itu, Jimin?" Ia tersenyum, menggandeng jemari mungil Jimin yang tergantung lemas di sisi tubuhnya. Menuntun mereka untuk terus berjalan menuju ke dalam sebuah restoran di lantai paling atas sebuah hotel mewah di pusat kota Seoul. "Untuk sekarang, biarkan gereja menjadi saksi penyatuan cinta kita, hum?" Sebelah tangannya yang lain terangkat naik, menghapus air mata yang mengalir di pipi pemuda yang semakin tirus itu.

Senyuman pedih terlukis di wajahnya saat ia melihat Jimin hanya terus menunjukkan ekspresi kosongnya, tetapi Taehyung terlalu enggan untuk mendengarkan apa yang hatinya katakan. Cukup sekali ia hampir kehilangan Park Jimin di dalam hidupnya, tidak lagi. Ia tidak akan pernah membiarkan orang lain merebut Jimin dari kehidupannya.

Park Jimin adalah kebahagiaan baru di dalam kehidupannya, Park Jimin adalah kesempurnaan yang Taehyung dapatkan sebagai hadiah untuk dirinya. Park Jimin adalah kado terindah yang Taehyung dapatkan, di saat Tuhan merenggut dunianya. Tanpa Park Jimin, Kim Taehyung mungkin telah menyusul sosok sang Nenek berharap untuk bertemu kembali dan hidup kekal bersamanya. Kehadiran Jimin, ternyata memberikan alasan lain baginya untuk tetap menjalani kehidupan.

Taehyung tidak pernah tahu kapan ketakutan itu tumbuh begitu besar di dalam hatinya, tetapi jika ia harus kehilangan lagi seseorang dalam hidupnya … Taehyung tahu ia tak akan pernah bisa bertahan.

*****

"Rasanya lega sekali setelah selang itu dilepas, Namjoon." Seokjin tersenyum lemah, membiarkan suaminya untuk membantunya mencari posisi nyaman di ranjang rumah sakit.

"Kau mau menghabiskan buburnya?"

Ia menggeleng lemah, meraih jemari kekar Namjoon untuk mencari ketenangan dalam dirinya. Dokter sudah mewanti-wanti agar Seokjin tidak mencari masalah dan membuat dirinya sendiri harus merasakan stres, maka semampunya, Seokjin berusaha mengenyahkan tentang Jimin dari pikirannya untuk sementara waktu, ia tidak ingin kekhawatiran dan kecemasannya berakhir menjadi masalah baru untuk suami dan keluarganya. Beruntung, mertua dan suaminya pun seolah paham dengan apa yang Seokjin lakukan. Semua orang memilih bungkam tentang Jimin untuk sesaat.

"Bayi kita?"

"She's a girl, Hun." Namjoon tersenyum. "She's beautiful, just like you."

Sebuah senyuman lebar terukir di bibir Seokjin yang masih terlihat sedikit pucat. Selepas operasi, Seokjin sama sekali belum bisa mengatur dirinya. Kecemasan membuat segalanya menjadi lebih buruk. Hingga dua belas jam berlalu, akhirnya Seokjin mulai dapat mengontrol dirinya. "Aku ingin melihatnya."

"Dia masih berada di inkubator, Sayang. Kita bisa menjemputnya sekitar satu sampai dua minggu lagi. Semoga bisa lebih cepat dari itu." Ia mengusap puncak kepala Seokjin dan mengecup dahinya lembut. "Jangan khawatir, Eomma dan Appa sama sekali tidak mau meninggalkannya. Mereka tidak pernah berada jauh dari NICU."

Seokjin terkekeh lemah mendengarnya. Menarik napasnya dalam saat Namjoon mendekap tubuhnya dan meletakkan dagunya di puncak kepala Seokjin. Memejamkan matanya saat ciuman dalam Namjoon sematkan pada puncak kepalanya, mengusap lengan besar Namjoon. Ia tahu suaminya sedang tidak baik-baik saja.

BORN OF HOPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang