"Jimin?" Ia berbalik dan mendapati sang kakak tengah berjalan ke arahnya.
"Oh, hai! Pengantin baru ini bangun begitu awal, ya." Godanya. Namjoon terkekeh.
"Seokjin tidak bisa tidur semalaman. Dan dia baru terlelap fajar tadi, jadi kupikir aku tidak ingin mengganggu." Namjoon menghampiri Jimin yang tengah berdiri di balkon dan menawarkan satu cangkir kopi hitam yang tengah ia pegang.
Jimin menggelengkan kepalanya, ia kembali menghadap ke arah taman belakang rumahnya. "Lalu kau, tidak tidur juga semalaman, hyung? Kau tidak biasa minum kopi di pagi hari seperti ini, bukan?"
Namjoon mengangguk, "ya, kurasa begitu." Ia menyesap kopinya dan mendesah lega. "Akhirnya aku bisa mengikat Seokjin untukku seutuhnya."
Ucapan Namjoon membuat Jimin terkekeh, "jadi kau menikahi Seokjin hyung hanya karena ingin mengikatnya?"
Namjoon tertawa kecil, "kau tahu, orang yang saling mencintai dan sudah menikah lama saja masih sangat besar kemungkinannya untuk berpisah. Apalagi sekadar berpacaran." Ia menghela napas, "terkadang kita membutuhkan sebuah ikatan pasti untuk membuat sebuah hubungan menjadi lebih terjaga. Setidaknya, dengan menikah kita telah berjanji untuk memenuhi komitmen dalam menjalani sebuah hubungan."
Jimin mengangguk setuju, "ya, kau benar. Komitmen memang selalu dibutuhkan dalam menjalin sebuah hubungan."
"Ah, kenapa pagi-pagi begini kau sudah ada di balkon? Taehyung belum bangun?"
"Ung," Jimin menganggukkan kepalanya, "belum."
Namjoon mengangguk paham, "ah, lalu pekerjaanmu? Bagaimana? Apa kau merasa nyaman?"
Membahas soal pekerjaan membuat Jimin sedikit terkejut, karena kepalanya langsung mengingat segala hal tentang Yoongi.
"O-oh, ya. Tentu. Menjadi personal assistant membuatku merasa lebih baik, karena aku memiliki lebih banyak waktu untuk mengenal pasienku." Ia terkekeh.
"Kau lebih suka menyebutnya begitu?" Namjoon tertawa kecil dan mengusak rambutnya lembut. "Aku dan Seokjin akan segera bersiap-siap untuk pergi ke Seoul."
"Oh," jawabnya singkat. Namjoon mendengus gemas. Mencubit pipi sang adik, membuat Jimin merengek tak suka. Ia terkekeh, "tidak berarti aku dan Seokjin akan menjadi jauh darimu, Jimin-ah. Kau masih tetap bisa menghubungi kami. Lagipula, alasanmu mengunjungi Seoul jadi lebih banyak bukan?"
Jimin mengernyit mendengarnya, "ya, karena jika aku dan Seokjin ada di Seoul. Kami juga bisa menjadi alasan tambahan setelah Taehyung." Namjoon tertawa kecil dan kembali menyesap kopinya. Membuat Jimin menarik napasnya dalam.
"Hyung, apa kau menyukai Taehyung?"
"Hum?"
"Kurasa, aku dan Taehyung sering sekali bertengkar akhir-akhir ini. Dan aku merasa tak suka karena dia selalu mencampuradukkan urusan pekerjaan dengan urusan pribadi. Itu membuatku merasa benar-benar buruk." Jelasnya.
Namjoon tersenyum kecil, namun lesung pipi yang menambah manis diwajahnya itu tetap muncul. "Itulah yang kita biasa sebut dengan cemburu, Jimin."
Jimin mendengus, "ya, aku tahu. Tapi, maksudku. Kenapa harus cemburu pada Yoongi hyung? Dia tahu aku selalu berusaha dekat dengan setiap pasien yang menjadi tanggung jawabku. Aku harus menjadi teman untuk mereka agar mereka mau percaya dan terbuka padaku. Tapi Taehyung selalu saja melebih-lebihkan kedekatanku dengan Yoongi hyung dan dia selalu merasa khawatir, bukankah itu tidak baik untuk hubungan kami?"
Namjoon mengangguk, "ya, tentu. Itu memang tidak baik untuk hubungan kalian, tapi apakah kau pernah melihatnya dari sisi Taehyung melihat?"
"Hum?" Jimin menoleh untuk menatap Namjoon yang lebih tinggi darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BORN OF HOPE
FanfictionA Yoonmin Fanfiction "Hanya karena dirimu. Terima kasih, telah membawaku hidup kembali."